Habiby87. Diberdayakan oleh Blogger.
Blog Archive
- 
        ▼ 
      
2017
(45)
- ► 9 Juli - 16 Juli (23)
 
- 
        ▼ 
      
2 Juli - 9 Juli
(15)
- Perlengkapan Santri Baru Pondok Putri Pesantren Te...
 - Perlengkapan Santri Baru Pondok Al- Mahfudz Tebuireng
 - Harta WarisOleh: M. A. Rohim, S.H., M.H.*Assalamua...
 - Viral Foto Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, Ini ...
 - Gus Sholah Sebut Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Suda...
 - Lowongan Kerja Tenaga Pendidik di Pesantren Tebuir...
 - Rincian Biaya Daftar Ulang dan Biaya Bulanan di Po...
 - Rincian Biaya Daftar Ulang dan Biaya Bulanan di Po...
 - Panduan Pembayaran BRIVA di Pesantren Tebuireng Jo...
 - Hukum Menghadiri Undangan Pernikahan
 - Keindonesiaan dan Keislaman
 - TEBUIRENG 4 AL-ISHLAH KUALA GADING BATANG CENAKU I...
 - IPNU-IPPNU Jombang Bekali Kader dengan Ilmu Jurnal...
 - Waktu Pengambilan Ijazah SMA Trensains Tebuireng
 - Perlengkapan Santri Baru Pondok Putra Pesantren tE...
 
 
- ► 25 Juni - 2 Juli (7)
 
 
- 
        ► 
      
2016
(11)
- ► 29 Mei - 5 Juni (3)
 
 
- 
        ► 
      
2015
(209)
- ► 26 Juli - 2 Agustus (1)
 
- ► 12 Juli - 19 Juli (27)
 
- ► 5 Juli - 12 Juli (10)
 
- ► 7 Juni - 14 Juni (1)
 
- ► 24 Mei - 31 Mei (11)
 
- ► 17 Mei - 24 Mei (20)
 
- ► 10 Mei - 17 Mei (14)
 
- ► 3 Mei - 10 Mei (5)
 
- ► 19 April - 26 April (37)
 
- ► 12 April - 19 April (34)
 
 
Cari Blog Ini
Label
Mengenai Saya
Terkini, Wawancara
![]()  | 
| Harta Waris | 
Oleh: M. A. Rohim, S.H., M.H.*
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Kepada Yth. Bpk. Kiyai Sekalian, Ponpes Tebuireng,
Jombang – Jawa Timur
Dalam keluarga atau rumah tangga antara  Bapak S dengan Ibu K, saling membawa harta berupa sawah dan  pekarangannya, juga memperoleh harta gono-gini berupa sawah dan  pekarangan. Selama berumah tangga diberi keturunan 4 (empat) orang anak  yaitu 1 (satu) wanita dan 3 (tiga) laki-laki. Pada tahun 1975, Ibu K  (istri Bapak S) meninggal dunia.
Setelah Ibu K (istri Bapak S) meninggal  dunia. Bapak S menikah kembali dengan seorang gadis bernama Ibu N, yang  tidak membawa harta apapun juga, dan selama berumah tangga tidak  mendapatkan harta gono-gini, serta selama berumah tangga dikaruniai  keturunan 3 (tiga) orang anak, yaitu: 2 (dua) wanita dan 1 (satu)  laki-laki. Kemudian, saat ini suaminya (Bapak S) telah meninggal dunia.
Mohon penjelasan dari Yth. Bapak Kiyai  sekalian, bagaimana sistem dan cara pembagian harta warisan kepada  anak-anak, dari istri pertama dan istri kedua, sesuai dengan ketentuan  Syariat Islam. Atas penjelasan dari Yth. Bapak Kiyai sekalian,  sebelumnya saya sampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Ahmad Mulyo Redjo, Bandarlampung
Waalaikumsalam Wr. Wb.
Saudara penanya yang kami hormati.
Dalam hukum Islam, tata cara pembagian harta warisan diatur dalam hukum faroidl,  yaitu hukum yang mengatur tentang orang-orang yang berhak menerima  warisan, besarnya bagian serta tata cara pembagian harta warisan  tersebut.
Sumber utama hukum faroidl adalah Al Quran, kemudian dari hadis Nabi, ijma’ serta ijtihad shohabat,  yang selanjutnya di Indonesia sumber-sumber tersebut dirumuskan dalam  sebuah aturan yang dimuat dalam sebuah kompilasi yang disebut dengan  Kompilasi Hukum Islam (KHI) berdasarkan Instruksi Presiden No.1 Tahun  1991.
Hukum kewarisan sangat terkait dengan  hukum perkawinan, karena dari perkawinan akan melahirkan keturunan yang  menyebabkan pertalian nasab. Terkait pertanyaan Saudara mengenai harta  yang diperoleh dalam atau selama perkawinan, maka sesuai ketentuan Pasal  35 (1) UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa: Harta benda yang diperoleh  selama perkawinan menjadi harta benda bersama. Dalam ayat 2 Pasal  tersebut disebutkan pula bahwa: Harta bawaan dari masing-masing suami  dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah  atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para  pihak tidak menentukan lain.
Dalam  kasus seperti pertanyaan yang diajukan, seorang suami yang ditinggal  mati istrinya (Bu K), kemudian suami (Pak S) kawin lagi, selagi tidak  ada perjanjian mengenai harta benda, maka dipilah dulu harta yang  diperoleh dalam perkawinan suami (Pak S) dengan istrinya (Bu K) yang  disebut dengan harta bersama. Harta bersama ini dibagi dua, separuh  menjadi bagian/hak suami, dan separuh sisanya ditambah harta asal istri  yang telah meninggal menjadi harta warisan yang harus dibagi waris  kepada suami (Pak S) beserta 4 (empat) anaknya, jika almarhumah (Bu K)  tidak mempunyai orang tua. Yang berarti suami (Pak S) memperoleh 1/4  (seperempat) bagian, sedang sisanya 3/4 (tigaperempat) bagian dibagikan  kepada 4 (empat) orang anaknya, dengan ketentuan bagian seorang anak  laki-laki adalah 2(dua) dibanding 1 (satu) dengan anak perempuan.
Setelah Pak S menikah lagi dengan Bu N  yang tidak membawa harta asal dan tidak mempunyai harta bersama, namun  dalam perkawinan dengan Pak S ini mempunyai 3 (tiga) anak (2 perempuan  dan 1 laki-laki), kemudian jika Pak S meninggal dunia tanpa ada orang  tua, maka seluruh harta warisan Pak S, baik yang berasal dari hasil  bagian warisan dari istri terdahulu maupun bagian harta bersama dari  istri terdahulu dan harta asal Pak S sendiri jika masih ada, menjadi  harta warisan yang harus dibagi waris kepada istri kedua (Bu N) dan  seluruh anak-anaknya baik dari istri pertama (4 anak) maupun dari istri  kedua (3 orang anak). Sehingga istri kedua Pak S (Bu N) mendapat 1/8  bagian sedang sisanya 7/8 bagian dibagi kepada seluruh anak Pak S baik  dari istri pertama (Bu K) maupun anak dengan istri kedua (Bu N) yang  seluruhnya berjumlah 7 (tujuh) orang anak (4 laki-laki dan 3 perempuan).  Dengan ketentuan bagian seorang anak laki-laki memperoleh bagian 2  dibanding 1 dengan seorang anak perempuan.
Demikian, semoga bermanfaat.
*Praktisi Hukum Peradilan Agama
Nb: nama sengaja publisher ubah inisial untuk menjaga privasi keluarga.
Pengasuh, Terkini
Viral Foto Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, Ini Tanggapan Cucu Beliau

Foto Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang viral sepekan terakhir di media sosial instagram dan facebook mendapat  tanggapan beragam dari nitizen. Sebagian nitizen ada yang mempercayai  kebenaran foto tersebut, dan tidak sedikit pula yang mempertanyakan  sumber dari foto hitam putih Mbah Hasyim yang diketahui dibagikan  pertama kali oleh Muhammad al-Mubasyir  dari Sumenep, Madura, melalui  akun instagram @al_mubas itu.

Hal itu kemudian dibenarkan oleh akun facebook Muhammad al-Faiz yang merupakan kakak Muhammad al-Mubasyir. Muhammad  al-Faiz menerangkan bahwa foto yang Ramai diperbicangkan itu didapat  oleh adiknya pada tanggal 2 Syawal 1438 H lalu, saat bongkar-bongkar  arsip peninggalan Kakeknya, KH. Moh. Amir Ilyas, salah seorang pengasuh  Pesantren Annuqayah Guluk-guluk Sumenep Madura, murid langsung  Hadratussyaikh dan kakak kandung KH. Ashiem Ilyas, pencipta lambang  Pesantren Tebuireng.
“Adik saya bilang, ‘Kak, saya bagikan di medsos, ya?’ Saya jawab, ‘Ah, ndak usah, sudah banyak yang punya kok’. Dia maksa. Eh, ternyata memang masih banyak yang belum pernah lihat foto serupa sebelumnya. Untuk itu, saya bantu scan-kan,  plus tulisan tangan di balik foto yang menerangkan bahwa sosok itu  adalah Hadratussyaikh. Demikian asal-usulnya, semoga manfaat dan  menambah kecintaan kita,” tulis Muhammad al-Faiz di laman facebook-nya tanggal 03 Juli 2017.
Namun, akun instagram @indonesiabertauhid sempat mem-posting ulang, tetapi dengan foto yang salah dan tetap menyandarkan sumbernya dari Muhammad al-Mubasyir. Dalam foto yang diunggah @indonesiabertauhid itu, terlihat seorang berjubah dan ber-imamah difoto dari arah samping kiri, yang diasumsikan sebagai Kiai Hasyim.  Merasa nama adiknya dicatut, Muhammad al-Faiz memberikan klarifikasi  kebenaran foto yang sebenarnya dimaksud.

“Alhamdulillah, foto Hadratussyaikh yang  saya bagikan tersebar luas. Banyak yang membagikan ulang. Namun, sayang  sekali, rupanya tidak semua (dari) mereka teliti, atau mungkin, jujur  dalam me-repost. Perlu saya sampaikan kembali bahwa foto beliau  yang saya punya dan saya bagikan hanya satu, yaitu foto nomor 1 di  bawah (merujuk pada foto Kiai Hasyim menghadap ke depan) ini yang saya  beri keterangan, atau yang saya posting di status sebelumnya, atau yang  memperlihatkan Hadratussyaikh memegang tongkat (?),” tulisnya di akun facebook-nya pada pagi tadi (05/07/2017).
Selain foto itu, ia merasa tidak menyebarkan dan tidak tahu sumbernya, termasuk foto yang diunggah oleh akun IG @indonesiabertauhid . “Saya rasa ini penting untuk disampaikan agar tidak sembarang  menisbatkan kepada yang bukan sumbernya, terlebih jika sesuatu yang  dinisbatkan (itu) tidak benar, juga khawatir ada orang yang datang ke  saya untuk melihat langsung fisik foto beliau dalam beraneka pose itu,  padahal yang saya punya cuma satu. Trims,” lanjutnya setelah itu.
Kepala Unit Penerbitan Pesantren  Tebuireng, Ahmad Faozan, berangkat dari permintaan sejumlah alumni,  mengklarifikasi kebenaran foto tersebut kepada salah satu cucu  Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. Irfan Yusuf, putra KH. M.  Yusuf Hasyim. Gus Irfan, sapaan akrab beliau, meyakini bahwa benar foto  itu adalah Hadratussyaikh. “Gambar paling sesuai dengan aslinya  menjelang beliau wafat,” kata Gus Irfan.
Terkait hal tersebut, Tebuireng Online  juga menghubungi cucu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang lain,  KH. Agus M Zaki yang juga mengamini kebenaran foto tersebut. Dalam laman  akun facebook-nya, Gus Zaki, sapaan akrab beliau, menulis  keterangan yang membenarkan adanya foto Mbah Hasyim yang sedang viral  itu. Beliau menerangkan bahwa foto yang sedang viral saat ini sama  persis seperti yang ditunjukkan oleh almarhum KH Yusuf Hasyim sebelas  tahun yang lalu.
“Sedang ramai foto ini, 11 tahun yang lalu, sebelum KH. Yusuf Hasyim wafat, beliau mengajak saya ke Dalem Ijo yang tepat berada di utara rumah orang tua saya. Di Dalem Ijo itu, beliau menunjukkan sebuah foto ukuran besar dan beliau berkata  ‘Ini foto Kiai Hasyim’. Kebetulan yang ditunjukkan tidak seutuh seperti  dalam foto yang baru saja muncul di medsos. Beliau juga berkata bahwa  foto inilah yang paling beliau suka,” terang Gus Zaki pada Senin  (02/07/2017) di laman facebook-nya.
Gus Zaki juga menceritakan beberapa  bulan sebelum wafat, Kiai Khotib Umar Jember, berkesempatan mampir ke  rumah beliau dan memberikan foto yang sama dengan milik KH. Yusuf  Hasyim. “Akhirnya, muncul pula yang utuh dan syukran (terima kasih) kepada yang meng-upload-nya,” lanjut Gus Zaki.
Konon, foto tersebut diambil diam-diam,  karena Kiai Hasyim, infonya, tidak suka berfoto. Sama dengan menantu  beliau, Kiai Maksum Aly, pengarang al-Amtsilat at-Tasrifiyah, yang membakar semua foto beliau sebelum wafat.
Tentang lokasi foto itu diambil, Gus  Zaki tidak mengetahui secara pasti. Namun,  jika kembali ke Tebuireng  tempo dulu, Gus Zaki menerangkan, komplek F, G, H, I dan lainnya yang  berada di selatan Masjid Tebuireng, mempunyai bentuk pintu model kupu  tarung yang persis seperti yang ada di foto itu. “Sekarang yang tersisa  hanya komplek Y dan K yang pintunya masih seperti itu,” tambah Pengasuh  Pesantren al-Masruriyah Tebuireng itu.
“Pertanyaannya, apakah komplek-komplek  itu sudah ada sejak zaman kiai Hasyim? Jika tidak, pikiran saya melayang  ke  Pesantren Salafiyah di Kapu Kediri tempat mertua beliau Kiai Hasan  Muhyi  tinggal.  Di utara Masjid Pondok Kapu, ada bangunan yang sangat  mirip dengan yang ada dalam foto ini. Bangunan itu sekarang masih ada  dan menjadi madrasah diniyah, Wallahu a’lam bisshowab,” pungkas beliau dalam status itu.
Tentang foto yang diunggah oleh akun IG @indonesiabertauhid,  Gus Zaki merasa tidak yakin kalau itu adalah Mbah Hasyim. “Foto yang  sebelah kanan, saya kok ragu kalau itu kiai Hasyim Asy’ari,” tulis  beliau di kolom komentar status Muhammad al-Faiz sebagai klarifikasi  atas kesalahan posting oleh @indonesiabertauhid.
Hingga sekarang foto yang sudah  dibenarkan oleh dua cucu Hadratussyaikh itu, masih menjadi perbincangan  hangat di kalangan santri dan alumni Pesantren Tebuireng, serta  Nahdliyin dan umat Islam. Beberapa akun facebook juga  membagikannya seperti Ala_NU, MusliModerat, Masjid Tebuireng, Fiqh  Menjawab, dan beberapa akun lainnya. Viralnya foto ini juga terjadi di  media sosial WhatsApp dan Instagram.
Pengasuh, Terkini
![]()  | 
| Gus Sholah | 
Masih dalam suasana Hari Raya Idul Fitri 1438 H., Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) berkesempatan memberikan nasihat dalam acara Halal bi Halal dan Haul Masyayikh Pesantren Tebuireng yang diadakan oleh IKAPETE (Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng) DKI Jakarta dan sekitarnya.
Acara yang berjalan khidmat ini  mengusung tema “Melalui Halal bi Halal Kita Jalin Semangat Silaturahim  yang Lebih Erat lagi antar Alumni Pesantren Tebuireng”. Hadir dalam  acara tersebut para alumni, ulama, kiai, dan pengurus pondok putra/putri  di Masjid an-Nur Cipete Jakarta Selatan pada Ahad (02/07/17).
Dalam kesempatan ini, Gus Sholah  menyampaikan beberapa hal, termasuk mengenai informasi capaian, dan  perkembangan Pesantren Tebuireng. Menurut beliau, Pesantren Tebuireng  saat ini sedang meningkatkan kualitas maupun kuantitas. Salah satu  caranya dengan membuka cabang pesantren di luar pulau Jawa. “Yang  memprihatinkan itu yang di luar pulau Jawa,” tutur beliau.
Mantan aktivis HAM tersebut, bercerita  tentang keadaan IAIN Ambon yan hanya mempunyai 20 persen mahasiswa yang  mampu membaca Al-Quran dengan baik dan benar. “Jika yang di IAIN saja  segitu, apalagi yang bukan,” ungkap Gus Sholah. Karena alasan itulah,  cucu Hadratussyikh KH. Hasyim Asy’ari ini membuka cabang Pesantren  Tebuireng di Ambon beberapa waktu lalu.
Pada kesempatan ini pula Gus Sholah  menyampaikan kepada para hadirin beberapa pemikiran KH. Hasyim Asy’ari  yang mulai dilupakan oleh para pengikut beliau, khususnya pada jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Beliau menjelaskan secara rinci bagaimana peran KH.  Hasyim Asy’ari dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan Indonesia.
Gus Sholah menjelaskan, secara tidak  langsung peran KH. Hasyim Asy’ari dilakukan oleh keturunan dan santri  beliau. “Pemikiran KH. Hasyim tersampaikan melalui KH. Wahid Hasyim saat  jadi menteri agama, adapula melalui KH. Ahmad Shiddiq saat menerima  Pancasila sebagai dasar negara yang mana beliau adalah santri mbah  Hasyim,” ungkap suami Nyai Hj. Farida Salahuddin Wahid itu.
Rektor  Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Tebuireng Jombang ini juga  menyampaikan keprihatinan beliau terhadap kondisi Indonesia saat ini.  Menurutnya, ada beberapa pihak yang sekarang seolah-olah ingin  membenturkan antara Indonesia dengan Islam.
“Mana yang benar? Saya warga negara  Indonesia yang beragama Islam atau bukan? Kalau saya, lebih baik, saya  warga negara Indonesia yang beragama Islam dan sebaliknya,” tegas beliau  pada para hadirin halal bi halal.
Acara  ini diakhiri doa dan musafahah bersama pengasuh, masyayikh, serta  para anggota IKAPETE DKI Jakarta dan sekitarnya. Seusai acar,  para  hadirin dipersilakan untuk menikmati hidangan dan jajanan khas Jakarta  yang disediakan oleh panitia.
Pendidikan, Pengumuman, Terkini
![]()  | 
| Lowongan Kerja di Pesantren Tebuireng 2017 | 
Assalamualaikum. Wr.Wb.
Informasi dibutuhkan beberapa guru untuk mengajar di SMA TRENSAINS TEBUIRENG pada bidang studi:
1. Fisika.
2. Kimia.
3. Matematika.
4. Bahasa Indonesia.
Bagi yang berminat silahkan mengirimkan lamaran ke Kantor SMA Trensains alamat: Jl. Raya Jombang-Pare KM. 19 Ngoro Jombang
Untuk informasi profil SMA Trensains Bapak/Ibu dapat mengakses website sekolah: www.smatrensains.sch.id
mohon di infokan kepada yang lainnya.
Berkas lamaran terakhir tanggal 15 Juli 2017, Dengan melampirkan:
1. surat lamaran
2. curiculum vitae
3. legalisir ijazah terahir
3. KTP
4. dan sertifikat lainnya.
Terima kasih
contact person:
- Ustdz. Rofik (WA:085854467893)
- Abdul Ghofur (WA:085730555995)
Sastra, Terkini
![]()  | 
Oleh: Hilmi Abedillah
Di bulan Syawal ini, banyak sekali  pasangan kekasih yang melangsungkan pernikahan. Bukannya tanpa alasan,  menikah di bulan Syawal merupakan salah satu anjuran yang didasarkan  pada hadis riwayat ‘Aisyah ra. yang berbunyi:
“Rasulullah SAW menikahiku di bulan  Syawal, dan membangun rumah tangga denganku di bulan Syawal pula. Maka  istri-istri Rasulullah manakah yang lebih beruntung dariku?”
Pernikahan Rasulullah di bulan Syawal  menepis tradisi Arab Jahiliyah yang meyakini bahwa pernikahan di bulan  Syawal akan berujung kesialan. Karena Syawal sendiri berasal dari Syaulanun Nuuq,  habisnya susu unta-unta betina. Unta betina mengangkat ekornya yang  bertanda bahwa ia tidak mau untuk menikah dan enggan dengan unta jantan.
Akibat dari anjuran menikah di bulan  Syawal ini, banyak undangan berdatangan dari kerabat, teman, dan  kenalan. Saking banyaknya, mungkin kita diundang oleh orang yang tidak  terlalu akrab, sekedar tahu namanya saja, atau bahkan banyak tanggal  yang bertabrakan yang membuat kita malas untuk hadir.
Tidak ada khilaf bahwa menyelenggarakan walimatul urs (pesta pernikahan) hukumnya sunnah. Nabi SAW pernah bersabda:
أولم ولو بشاة
“Berwalimahlah walau dengan seekor kambing.”
Sedangkan menghadiri walimatul ‘urs  hukumnya sunnah menurut Hanafiyyah. Sementara menurut Syafiiyyah dan  Hanabilah, hukumnya wajib selama tidak ada kemungkaran.
Ketika menghadiri pernikahan, disunnahkan setelah makan mendoakan shohibut tho’am atau tuan rumah. Karena Nabi pernah berbuka di rumah Sa’d bin Mu’adz,  lalu Rasul berdoa, “Orang-orang puasa berbuka di rumahmu, para malaikat  mendoakanmu, dan orang-orang baik memakan makananmu.”
Kemungkaran di Walimatul ‘Urs
Apabila yang diundang sudah mengetahui  bahwa di dalam walimatul ‘urs yang akan dihadirinya ada kemungkaran,  maka ia tidak perlu menghadirinya. Rasulullah pernah bersabda, “Akan ada  dari umatku kaum-kaum yang menghalalkan minuman keras, babi, sutera,  dan mi’zaf (jenis alat musik yang bersenar banyak).”
Namun  apabila ia tidak tahu, dan saat tiba ia baru sadar kalau ada khamr di  tempat hidangan, maka ia tidak boleh duduk. “Rasulullah melarang kita  duduk di tempat yang digunakan minum khamrnya, dan makan sambil  telungkup.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Hakim)
Apabila kemungkaran terdapat di rumah  (tempat tinggal), bukan di tempat hidangan, maka ia harus mencegah  semampunya. Karena tempat hidangan biasanya terletak di luar rumah.  Namun, bila tidak mampu dan ia seorang panutan, maka lebih baik keluar  meninggalkan tempat. Karena itu akan mencela agama dan pintu maksiat  bagi muslimin. Jika ia bukan panutan, maka duduk saja, bersabar,  menikmati makanan dan minuman, dan tidak perlu keluar. Karena menghadiri  undangan hukumnya sunnah.
Pengasuh, Terkini
![]()  | 
| KH. Salahuddin Wahid saat menyampaikan sambutan dalam Pembukaan Seminar Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari di Gedung MPR RI Jakarta, pada Sabtu (06/05/2017). (Foto: Dokumentasi panitia) | 
Di dalam BPUPKI (Mei-Juni 1945),  muncullah pertentangan antara keindonesiaan dan keislaman, yakni ketika  kalangan ”nasionalis Islam” mengusulkan dasar negara Islam dan kalangan  ”nasionalis Pancasila” mengusulkan dasar negara Pancasila. Komprominya  ialah ”Piagam Jakarta”, yang di dalamnya terkandung dasar negara  Pancasila dengan sila pertama ”Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan  Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya”.
Ternyata kompromi itu masih ditolak  kalangan ”non-Islam” pada 17 Agustus 1945. Maka, para tokoh Islam dengan  lapang dada menyetujui dicoretnya anak kalimat ”dengan kewajiban  menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dan menyetujui  rumusan: ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Itulah keberhasilan awal dari upaya  memadukan keindonesiaan dan keislaman.
Keberhasilan kedua upaya memadukan  keindonesiaan dan keislaman ialah ketika para ulama di bawah pimpinan KH  Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad (22 Oktober 1945),  yang mengilhami dan mendorong para pemuda Muslim untuk bertempur melawan  tentara Sekutu pada 10 November 1945. Jihad, sebuah istilah agama,  digunakan untuk perjuangan bersifat kebangsaan.
Para tokoh Islam berhasil dalam  perjuangan mendirikan Departemen Agama pada Januari 1946. Itu adalah  keberhasilan ketiga upaya memadukan keindonesiaan dan keislaman. Pada  1951, Menteri Agama KH. A Wahid Hasyim dan Menteri Pendidikan,  Pengajaran, dan Kebudayaan Bahder Johan (keduanya dari Partai Masyumi)  membuat nota kesepahaman tentang pendirian madrasah ibtidaiyah, madrasah  tsanawiyah, dan madrasah aliyah. Ini adalah keberhasilan keempat dalam  memadukan keindonesiaan dan keislaman, yang memberi tempat bagi  pendidikan Islam di dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan Islam  dalam bentuk pesantren sebenarnya sudah aktif 500 tahun sebelum Belanda  mendirikan sekolah di Hindia Belanda pada 1840, yang menjadi cikal bakal  pendidikan nasional Indonesia.
Menerima asas Pancasila
Pertentangan antara keindonesiaan dan  keislaman muncul kembali ketika partai-partai Islam (Masyumi, Partai NU,  PSII, Perti, AKUI) memperjuangkan dasar negara Islam dalam Konstituante  pada 1956-1959. Perjuangan itu gagal, karena kalah dalam pemungutan  suara.
Pertentangan antara keindonesiaan dan  keislaman berlanjut dalam Pemilu 1971, ketika partai-partai Islam  (Partai NU, Parmusi, PSII, dan Perti) berkampanye untuk memperjuangkan  dasar negara Islam. ABRI dan aparat pemerintah Orde Baru berjuang untuk  mengalahkan partai-partai Islam dengan segala cara. Kursi yang diperoleh  partai-partai Islam jauh di bawah jumlah kursi pada Pemilu 1955.  Berarti kedudukan partai-partai Islam di dalam DPR amat lemah.
Pada 1973 dilakukan pembahasan terhadap  RUU Perkawinan, yang beberapa pasal di dalamnya dianggap oleh para ulama  bertentangan dengan hukum Islam. Yang paling penting ialah Pasal 2,  yang rumusan awalnya ialah ”perkawinan adalah sah apabila dilakukan  menurut UU ini”. Syuriah PBNU yang dipimpin Rais Aam KH. Bisri Syansuri  (murid KH. Hasyim Asy’ari) menolak rumusan tersebut dan mengusulkan  supaya diganti menjadi ”perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut  hukum masing-masing agama dan kepercayaannya”. Kalangan non-Islam tentu  saja menolak usul tersebut karena hal itu berarti menerima syariat Islam  yang partikular ke dalam sistem perundang-undangan kita. Presiden  Soeharto menyetujui usulan para ulama itu. Ini adalah keberhasilan  kelima dalam upaya memadukan keindonesiaan dan keislaman.
Pemerintah pada awal 1980-an berusaha  supaya Pancasila menjadi satu-satunya asas bagi parpol dan ormas yang  ada di Indonesia. Menghadapi situasi seperti di atas, Syuriah PBNU  membentuk sebuah tim untuk mengkaji ”hubungan antara Islam dan  Pancasila”. Tim terdiri atas sejumlah ulama mumpuni yang dipimpin KH.  Ahmad Siddiq, alumnus Pesantren Tebuireng yang pernah mengaji langsung  kepada KH. Hasyim Asy’ari. Berdasar dokumen ”Hubungan Islam Pancasila”  yang disusun tim di atas, Muktamar NU 1984 di Situbondo memutuskan untuk  menerima secara resmi Pancasila sebagai dasar negara. Langkah itu lalu  diikuti oleh PPP dan semua ormas Islam, kecuali beberapa ormas yang  jumlahnya amat sedikit. Ini adalah keberhasilan keenam dari upaya  memadukan keindonesiaan dan keislaman.
Pada 1989, DPR membahas RUU Peradilan  Agama sebagai lanjutan dari UU No 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan  Pokok Kekuasaan Kehakiman. Kembali muncul konflik antara keindonesiaan  dan keislaman sehingga terjadi perdebatan panas antara yang menyetujui  dan menolak RUU tersebut. Pada 29 Desember 1989, RUU tersebut disetujui  menjadi UU No 7/1989. Muktamar NU 1989 di Pesantren Krapyak DI  Yogyakarta menghargai pengesahan UU tersebut. Ini adalah keberhasilan  ketujuh dari upaya memadukan keindonesiaan dan keislaman.
Setelah itu, masih terdapat banyak lagi  keberhasilan dalam memadukan keindonesiaan dan keislaman, seperti UU  Perbankan Syariah, UU Haji, dan UU Wakaf. Selain itu, UU Sistem  Pendidikan Nasional (2003) memasukkan pesantren ke dalam nomenklatur  pendidikan Indonesia sehingga memberikan peluang lebih luas bagi  pesantren untuk mengembangkan diri. Di dalam masyarakat kini tampak  peningkatan minat masyarakat untuk mengirim siswa ke pesantren dan juga  minat untuk mendirikan pesantren. Jumlah pesantren yang pada 1999 hampir  10.000 kini mendekati angka 30.000, yang keseluruhannya adalah milik  swasta.
Kondisi mutakhir
Saat ini ada gejala munculnya kembali  konflik antara keindonesiaan dan keislaman. Gejala itu terjadi dalam  kaitan pemilihan gubernur DKI Jakarta. Ada kelompok yang menganggap  bahwa merekalah yang ”paling Islam” dan sebaliknya juga ada kelompok  yang menganggap bahwa merekalah yang ”paling Indonesia”. Yang memilih  Ahok-Djarot dianggap anti-Islam dan munafik, sedangkan yang memilih  Anies-Sandi dianggap anti-Indonesia, intoleran, dan anti-kebhinekaan.  Kedua anggapan itu keliru.
Kalau kita pelajari kembali proses  penyusunan UUD pada 1945, ada keinginan tokoh-tokoh Islam supaya  presiden RI adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam. Setelah  melalui musyawarah, tokoh-tokoh Islam yang menyusun UUD menyetujui bahwa  syarat ”harus beragama Islam” itu dibatalkan. Kesediaan tokoh dan umat  Islam menghapus syarat harus beragama Islam bagi presiden sebenarnya  sudah menunjukkan toleransi mereka.
Akan tetapi, mereka yang tidak memilih  non-Muslim karena alasan keagamaan tidak bisa dianggap sebagai orang  yang tidak toleran atau melanggar UUD atau merusak kebhinekaan. Itu  didasarkan pada Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945. Yang perlu dijaga ialah cara  menyampaikan pendapat itu, jangan sampai memakai bahasa yang menyinggung  atau mengandung nada kebencian. Juga perlu diperhatikan tempat dan  waktu dalam menyampaikan pendapat tersebut.
Sebenarnya konflik dalam kaitan  pemilihan gubernur DKI Jakarta bukanlah antara umat Islam dan umat  non-Islam. Akan tetapi, justru terjadi antara kelompok dalam umat Islam:  antara yang menyetujui calon non-Muslim dan yang menolak calon  non-Muslim. Perbedaan pandangan itu terjadi karena perbedaan penafsiran  terhadap Surat Al-Maidah Ayat 51 dan sejumlah surat lain.
Di dalam kalangan Islam sejak abad  pertama Hijriah sudah terdapat dua aliran besar dalam menafsirkan  ayat-ayat suci. Aliran pertama berpendapat bahwa syariat Islam bersifat  dogmatis dengan berpegang pada teks nash murni tanpa menggunakan potensi  akal. Tokoh utama aliran ini adalah Abdullah bin Umar, Ibnu Abbas, dan  Amr bin Ash. Aliran kedua berpendapat bahwa syariat itu bersifat  rasional, maka dalam menafsirkan teks suci, kita perlu mengoptimalkan  penggunaan potensi akal. Tokoh-tokohnya ialah Abdullah bin Mas’ud, Umar  bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib. Menyikapi adanya dua kelompok  seperti di atas, kedua pihak harus saling menghormati pilihan  masing-masing. Tidak perlu saling menyalahkan, saling menyerang, atau  saling mengejek.
Konflik keindonesiaan dan keislaman itu  mungkin meluas pada Pilkada 2018. Kalau pada Pilpres 2019 konflik  semacam itu masih terjadi, hal itu berpotensi mengancam persatuan  Indonesia. Perlu ada upaya untuk meredamnya. Perlu dilakukan dialog  antarkelompok di dalam Islam maupun dengan kalangan agama lain untuk  meredamnya. Dalam dialog itu perlu dibahas dengan rinci apa yang  dimaksud dengan ”politisasi agama”, apa yang dimaksud dengan ”isu SARA  (suku, agama, ras, dan antargolongan)”. Dialog itu harus dilakukan  dengan hati dan kepala dingin supaya dapat menghasilkan kesepakatan yang  bisa diikuti dalam praksis sehari-hari. Memang perlu waktu yang cukup  untuk bisa mendinginkan suasana.
Pertanyaannya: siapa pihak yang akan  memprakarsai dialog itu dan siapa tokoh yang akan mewakili kedua pihak?  Berapa jumlahnya? Kapan saat yang tepat untuk memulai dialog? Di mana  dialog itu diadakan? Pihak yang memprakarsai dialog ialah pihak yang  dapat diterima oleh kedua kelompok. Ramadhan dan Syawal adalah saat yang  tepat untuk mengadakan dialog. Tempatnya harus mendapat persetujuan  kedua kelompok. Gedung MPR dan rumah di Jalan Imam Bonjol tempat para  pendiri merumuskan naskah proklamasi pada Agustus 1945 dapat dijadikan  alternatif tempat dialog diadakan.
Dalam dialog itu harus disampaikan  secara jelas dan terbuka apa saja keinginan kedua kelompok dan apa saja  yang tidak diinginkan oleh kedua kelompok. Sejumlah keberhasilan  memadukan keindonesiaan dan keislaman yang telah menjadi modal berharga  bangsa Indonesia harus menjadi acuan di dalam dialog tersebut. Kelompok  yang seusai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap Ahok  mengeluarkan seruan untuk menjaga keindonesiaan perlu memahami bahwa  yang juga perlu dijaga adalah keterpaduan keindonesiaan dan keislaman  karena itu adalah faktor utama persatuan Indonesia.
*Tulisan ini disampaikan KH.  Salahuddin Wahid dalam Pembukaan Seminar Pemikiran Hadratussyaikh KH. M.  Hasyim Asy’ari di Gedung Nusantara V Komplek MPR RI Jakarta pada 06 Mei  2017, dimuat Harian Kompas pada 16 Mei 2017, dan dimuat ulang di media  tebuireng.online untuk kepentingan pendidikan.
- Mengenal Tebuireng. 

tebuireng 4  - Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng 4.
 - Mendidik santri agar memiliki kemantapan akidah dan syari’ah islam, kedalaman spiritual, keluasan ilmu dan keterampilan serta keluhuran budi pekerti.
 - Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesenian yang bernafaskan islami.
 - Memberikan pelayanan terbaik dan keteladanan atas dasar nilai-nilai Islam yang inklusif dan humanis.
 - Mengembangkan manajemen pesantren terpadu di level nasional maupun internasional.
 - Mengembangkan kemitraan dengan institusi lain baik regional maupun internasional.
 - Mencerdaskan kehidupan bermasyarakat melalui pembinaan dan pendidikan keterpaduan .
 - Mendidik dan membina masyarakat untuk menjadi manusia yang beriman – taqwa, berbudi pekerti luhur dengan berbekal keterampilan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu mengemban amanat dan kewajibannya dalam menjalankan ajaran agama untuk kepentingan membangun kepribadian diri, masyarakat, bangsa dan negara dengan berpegang teguh pada nilai-nilai ahlussunnah wal jamaah.
 - Mempertahankan tradisi salaf yakni perilaku pesantren tradisional yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan akhlak alkarimah serta memperkuat wawasan kebangsaan dan nasionalisme.
 - Misi da’wahnya ‘amar makruf nahi ‘anil munkar’, Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah berusaha cerdas menyikapi kebutuhan masyarakat demi memenuhi tuntutan zaman. Sehingga Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah merespon keinginan tersebut melalui jalur pendidikan umum yang untuk pertama ini akan dibuka SMPIT Al-Ishlah, dengan demikian diharapkan Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah mampu merajut kepentingan duniawi dan ukhrowi untuk menyatukan dua unsur dasar “jasad dan ruh” sebagai bentuk modifikasi model salaf yang modern tetapi tetap dalam koridor pesantren yang menjunjung nilai-nilai akhlakul karimah. Metode salafiyah diterapkan dengan mengkaji kitab-kitab kuning, sedangkan metode modern dengan menyelenggarakan pendidikan berdasarkan kurikulum Kemendikbud sesuai prinsip Al-Muhafadloh ‘ala al-Qodim al-Sholih wa al-Akhdzu bi al-Jadid al- Ashlah ( mempertahankan tata kehidupan lama yang baik dan mengambil metode baru yang inovatif, lebih berdaya guna).
 - Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran secara optimal dengan menerapkan pola keterpaduan yang utuh dalam kesatuan iptek dan imtaq, fikir dan dzikir, intelektual dan moral berwujudkan kebersamaan antara pesantren dengan pendidikan formal. Penyelenggaraan sekolah formal menopang tujuan pesantren, sementara pesantren dengan sistem pendidikan salafinya mendukung keberhasilan pendidikan formal.
 - Membudayakan Bilingual English – Arabic sebagai bahasa pengantar dan komunikasi santri.
 - Program Pendidikan.
 - SMPIT Tebuireng 4 Al-Ishlah
 - Salaf
 - Madrasah Diniyah
 - Jumlah Santri dan Pengajar Sekarang.
 - Jumlah Santri
 - Jumlah Guru/Pengajar
 - Keadaan Bangunan Sekarang.
 
Pendidikan, Terkini
Pesantren Tebuireng didirikan oleh  Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari pada tahun 1989 M di dusun Tebuireng Desa  Cukir Kecamatan Diwek Jombang. Letaknya 8 KM di selatan kota Jombang,  tepat berada di tepi jalan jurusan Jombang-Kediri. Menurut cerita  masyarakat setempat nama tebuireng berasal dari “kebo ireng” (kerbau  hitam). Konon, ketika itu ada seorang penduduk yang memiliki kerbau  berkulit kuning. Suatu hari kerbau itu menghilang. Setelah ditemukan  dalam keadaan hampir mati karena terperosok di rawa-rawa yang banyak  dihuni lintah. Sekujur tubuhnya penuh lintah, sehingga kerbau kuning  berubah menjadi hitam. Peristiwa mengejutkan ini menyebabkan pemilik  kerbau berteriak “kebo ireng….! Kebo ireng….! “ sejak itulah dusun tempat ditemukannya kerbau itu dikenal dengan nama “kebo ireng”. 
Namun pada perkembangan selanjutnya, ketika dusun itu mulai ramai, nama “kebo ireng” berubah menjadi “Tebuireng” tidak  diketahui secara pasti apakah itu ada kaitannya dengan munculnya pabrik  gula di selatan dusun itu yang mendorong masyarakat untuk menanam tebu  sebagai bahan baku gula, yang mungkin tebu yang ditanam berwarna hitam,  maka pada akhirnya dusun tersebut berubah menjadi “ Tebuireng” .
Dusun Tebuireng dulu dikenal sebagai  sarang perjudian, perampokan, pencurian dan pelacuran. Awal mula KH.  Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren dipusatkan di sebuah bangunan kecil  yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyaman bambu (gedek), bekas  sebuah warung pelacuran yang luasnya 6×8 M, yang beliau beli dari  seorang dalang terkenal. Meski awal berdirinya penuh dengan terror  akhirnya dengan penuh kegigihan beliau Pesantren Tebuireng masih bisa  berdiri sampai sekarang dan terus berkembang serta menjadi salah satu  pesantren terbesar di Indonesia.
Setelah dalam masa kepengasuhan KH.  Salahuddin Wahid (Pengasuh Pesantren Tebureng ke-7) Pesantren Tebuireng  semakin berkembang pesat dan sudah membuka cabang di luar jawa.  Pembukaan cabang Tebuireng di luar jawa semata-mata tidak hanya dibina  oleh yayasan Hasyim Asy’ari tapi juga menggandeng masyarakat setempat.  Misalnya di Tebuireng 3 menggandeng yayasan Hajarunnajah dan di  Tebuireng 4 bekerjasama dengan Yayasan Al-Ishlah Kuala Gading.
Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah mempuyai  sejarah tersendiri dari pada cabang-cabang yang lainnya. Setelah  berdiri Pondok Pesantren Tebuireng 3 Hajarun Najah yang terletak di Desa  Petalongan Kec Keritang Indagiri Hilir Riau pada tahun 2013. Kini  selang satu tahun yakni pada tahun 2014 juga telah berdiri Pondok  Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah yang terletak di Desa Kuala Gading Kec  Batang Cenaku Indragiri Hulu Riau. Yang diasuh oleh KH. MAs’ud Hasan  Bisri. Sehingga pesantren Tebuireng 4 ini merupakan lembaga pendidikan  kerjasama antara 2 yayasan yaitu “Yayasan Hasyim Asy’ari dan Yayasan  Al-Ishlah Kuala Gading”.
Embrio kelahiran Pondok Pesantren  Tebureng 4 Al-Ishlah ini juga tak lepas dari sejarah Pesantren Tebuireng  3. Awalnya saat acara peresmian di Pesantren Tebuireng 3 ada seorang  Kiai yang juga menginginkan menjadi cabang Tebuireng, namun keinginan  itu tak begitu direspon oleh Pengasuh Tebuireng 3 KH. Mas’ud Hasan  Bisri. Karena menurut beliau keinginannya tidak begitu serius. Disamping  itu juga banyak sekali yayasan atau desa yang mengiginkan menjadi  tempat cabang Tebuireng yang ke-4. Dan hingga akhirnya Desa Kuala Gading  yang bisa menjadikan cabang Tebuireng ke-4.
Keberadaan cabang Tebuireng ke-4 di Desa  Kuala Gading ini bermula dari cita-cita H. Sobirin yang pada waktu itu  menjadi salah satu pemuka agama di Desa Kuala Gading. Beliau  menginginkan membuat pesantren, namun beliau berfikiran tidak mungkin  karena mengingat umurnya yang sudah tua dan anak-anaknya yang masih  kecil dan semuanya tidak ada yang laki-laki.  Toh kalau mempunyai  pesantren sendiri tidak ada generasi penerusnya.
Namun cita-cita beliau itu terdengar  oleh Ust. Arwani yakni salah satu guru ngaji di Desa Kuala Gading.  Setelah mendengar cita-cita H. Sobirin sedemikian itu, akhirnya Ust.  Arwani mengutarakan cita-cita H. Sobirin kepada sepupunya di Tembilahan  yaitu Ust. Subhan. Karena pada saat itu Ust. Subhan adalah salah satu  orang yang dekat dengan pengasuh Tebuireng 3 KH. Mas’ud Hasan Bisri.  Sehingga nantinya Kiai Mas’ud bisa menyampaikan ke Jombang.
Setelah Kiai Masud dan Ust. Subhan  mendengar kabar tersebut keduanya tak lupa mensurvei lokasi yang akan  dijadikan pondok pesantren, lantas setelah melihat lokasi yang luas dan  cocok akhirnya disepakati bahwa Desa Kuala Gading akan menjadi calon  lokasi cabang Tebuireng yang ke-4. Disamping itu kepala desa kuala  gading juga menyetujui kalau desanya didirikan pesantren bahkan pihak  desa  memberikan lahan desa seluas 2 hektar untuk lahan pembangunan  pondok pesantren.
Melihat komitmet masyarakat dan  pemerintahan desa Kuala Gading untuk mendirikan pesantren akhirnya  Tebuireng pusat menyetujuinya yang sebelumnya telah disurve oleh Rektor  Ma’had Aly Hasyim Asy’ari H. Nur Hannan, L.c serta Pengurus yayasan  hasyim Asy’ari Gus Toha. Bahkan KH. Salahuddin Wahid juga ikut mensurve  lokasi pada tanggal 6 Mei 2014. Dan ternyata dalam kunjungan Gus Solah  kali ini sangat disambut baik oleh masyarakat maupun pemerintahan.  Sebagai bukti Bupati Indaragiri Hulu H. Yopi Arianto, SE beserta jajaran  staf pemerintahan Indragiri Hulu menyambut baik kedatangan Gus Sholah  dan sangat berharap nantinya Desa Kuala Gading menjadi kota santri.
Dengan adanya proses yang panjang  tersebut akhirnya mencapai kata kesepakatan antara yayasan hasyim  asy’ari Jombang dengan Desa Kuala Gading untuk membangun cabang  tebuireng ke-4 di Kuala Gading. Dan untuk mempercepat pembangunan agar  di tahun 2014 sudah bisa membuka pendaftaran santri baru akhirnya Kepala  Desa Kuala Gading Bpk. Wahyu Diantoro membuat program berhenti merokok  satu hari dalam satu bulan yang dimana uang rokok nantinya bisa  digunakan untuk membangun pesantren. Setelah program itu  disosialisasikan akhirnya masyarakat menyetujuinya dan mencapai  kesepakatan masyarakat untuk berhenti merokok 1 hari dalam satu bulan  selama 4 tahun, sehingga harga 1 bungkus rokok Rp 13.000,-  dikali  jumlah KK di Desa Kuala Gading terkumpul uang Rp. 300.000.000,-.
Melihat dana yang masih kurang, karena  pada waktu itu lahan masih berupa kebun sawit dan masih berupa bukit  sehingga masih banyak biaya untuk membangun pondok pesantren. Maka  pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu juga ikut memberikan suntikan dana  agar pembangunan Pondok Pesantren Tebuireng 4 ini cepat selesai dan bisa  ditempati santri.
Setelah pendaftaran dibuka, tercatat ada  45 santri yang terdiri dari 20santri putri dan 25 santri putra.  Informasi pendaftaran hanya dilakukan dari mulut-ke mulut saja sehingga  rata-rata santri hanya dari Desa Kuala Gading dan rumahnya tidak jauh  dari Pondok Pesantren dan hanya 1 santri yang terjauh yaitu dari Medan.  Namun meski rumah mereka dekat semuanya diwajibkan mukim di asrama dan  tidak diperbolehkan.
Santri masuk pertama kali pada tanggal  22 Juni 2014 dan saat itu hanya ditangani oleh Ust. Subhan yang sudah  datang sebelumnya, sedangkan tenaga pengajar dari Tebuireng pusat datang  pada tanggal 24 Juni 2014. Meski kegiatan belajar mengajar sudah  dimulai keberadaan pondok pesantren tebuireng 4 belum diresmikan secara  resmi. Dan akhirnya diresmikan secara resmi oleh KH.Salahuddin Wahid  pada hari Rabu, 20 Agustus 2014. Dalam peresmian juga turut hadir Bupati  Indragiri Hulu yang dalam sambutannya berharap 10 tahun kedepan Desa  Kuala Gading dihuni ribuan santri dan bisa menjadi kota santri.
RUMUSAN VISI, MISI, DAN TUJUAN PESANTREN TEBUIRENG 4
Visi
Mencetak insan religius yang cerdas, berakhlak mulia, berbudaya, mandiri dan kompetitif
Misi
Maksud dan Tujuan
Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah  mempunyai maksud dan tujuan :
Ciri Khas Pondok Pesantren Tebuireng 4  Al-Ishlah Kuala Gading :
Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah  merupakan salah satu pesantren salaf yang berada di Riau yang diasuh  oleh KH. Mas’ud Hasan Bisri dan resmi dibuka menjadi cabang ke-4 pada  tanggal 20 Agustus 2014. Tenaga pengajar sebagian dikirim dari Pesantren  Tebuireng Jombang. Dan untuk membekali para santri ilmu agama dan umum  maka Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah menyelenggarakan pendidikan formal  yang mengacu pada kurikulum nasional dan pendidikan non formal yang  mengacu pada kurikulum pesantren salaf. Dengan rincian program  pendidikan sebagai berikut :
SMPIT Tebuireng 4 Al-Ishlah adalah  sekolah formal dengan masa pendidikan selama 3 tahun yang berada di  bawah tanggung jawab “Yayasan Al-Ishlah Kuala Gading” . Sekolah ini  bernaung di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional yang  memberikan mata pelajaran lebih di bidang keagamaan dan ketrampilan  siswa tanpa mengurangi pencapaian target kurikulum yang telah ditentukan  oleh  Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional” . Setelah selesai  menempuh pendidikan di SMPIT Tebuireng 4 Al-Ishlah siswa akan  mendapatkan ijazah resmi dari Diknas.
Pragram salaf ini bertujuan untuk  menampung santri yang hanya menginginkan mondok saja tanpa sekolah  formal. Program ini dibuka untuk semua lulusan baik itu SD, SMP maupun  SMA. Dan tentunya lulusan program salaf ini nantinya mempunyai  keunggulan yang lebih dalam mendalami kitab kuning karena hanya fokus  belajar kitab kuning dengan metode bandongan dan sorogan. Selain itu  program ini juga bertujuan untuk mengembalikan ruh Tebuireng yang telah  didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari yang awal berdirinya hanya membuka  program salaf.
Pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin maka  seluruh santri Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah baik yang sekolah SMPIT  maupun salaf diwajibkan untuk mengikuti pelajaran diniyah pada sore  hari. Mata pelajaran Diniyah mengkaji kitab-kitab kuning karya ulama  salaf. Pesantren Tebuireng 4 memilih memakai kitab kuning guna untuk  menjaga tradisi ulama terdahulu serta  agar nantinya para santri  memiliki sifat saleh (Akhlak al-karimah) dan kepakaran (al-ulumu  al-nafi’ah) yang berhaluan Ahli sunnah wal jama’ah. Sistem  pengajaran kitab kuning di Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah menggunakan  metode sorogan dan bandongan. Dalam metode tersebut ustadz memberikan  pemahaman perkata atau kalimat dengan menggunakan makna utawi, iki iku serta  memberikan penjelasan kedudukan kalimat (tarkib) dengan tujuan agar  santri mampu mengkomunikasikan makna tulis secara tertulis serta  merumuskan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam teks. Adapun mata  pelajaran diniyah meliputi : Tajwid, Fasohah, Imla’, Ubudiyan, Nahwu,  Sorof, Hadits, Fiqih, Tauhid, Akhlak serta Sejarah Islam.
| Program | Laki-laki | Perempuan | Jumlah | 
| SMPIT | 74 | 56 | 130 | 
| SALAF | 1 | 6 | 6 | 
| Jumlah Seluruh Santri | 136 | ||
Tenaga Pengajar di Pesantren Tebuireng 4  terdiri dari pengajar yang dikirim dari pesantren tebuireng pusat dan  pengajar yang diambil dari masyarakat setempat. Dengan rincian sebagai  berikut :
| No | Nama | TTL | Pelajaran | Keterangan | 
| 1 | Parman, S.Pd | Garut, 2 Juni 1972 | Matematika | SMPIT | 
| 2 | Subhan | Pengalihan, 7 Agustus 1971 | BMK, Nahwu, Akhlaq | SMPIT & Pondok | 
| 3 | Achmad Qosim, SA. S.Pd.I | Kendal, 6 Januari 1988 | Khot, Agama, TIK, Tauhid | SMPIT & Pondok | 
| 4 | Seprizal, SA. S.Pd.I | Tegal, 6 Februari 1990 | Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Sorof | SMPIT & Pondok | 
| 5 | Mujib Kodar, SA. S.Pd.I | Madiun, 23 Mei 1987 | IPS, Seni Budaya, Sejarah Islam | SMPIT & Pondok | 
| 6 | Muh. Ali Fauzi, SA | Grobogan, 13 Nopember 1985 | PPKN, Hadits | SMPIT & Pondok | 
| 7 | Sudibyo | Purworejo, 18 Februari 1972 | Al-Qur’an | Pondok | 
| 8 | Kristina, SP | Kembang Harum, 16 Agustus 1984 | IPA | SMPIT | 
| 9 | Asrinda Mulyanti, S.Pd | Karangawen, 29 Januari 1989 | Matematika | SMPIT | 
| 10 | Sukasno, A.Ma.Pd | Kulon Progo, 26 Mei 1953 | Penjaskes, Pramuka | SMPIT | 
| 11 | Laura Fitri Inderasari, S.Pd | Kuala Gading, 9 April 1991 | Bahasa Indonesia | SMPIT | 
| 12 | Muhamad Tajudin, S.Pd.I | Sungai Ambat, 13 April 1988 | Fiqih, Pramuka | SMPIT & Pondok | 
| 13 | Juhardi, S.Pd.I | Pulau Bayur, 5 Oktober 1981 | Ekstrakurikuler Qiroah | Pondok | 
| 14 | Arwani | Madiun, 29 September 1981 | Tajwid, Fiqih | Pondok | 
| 15 | Saifuddin | Madiun, 2 April 1984 | Imla’ | Pondok | 
| 16 | Muryati | Magetan, 27 Desember 1989 | Tajwid | Pondok | 
| 17 | Arina Muti’ah | Pengalihan, 4 Juni 1988 | Al-Qur’an | Pondok | 
| No | Bangunan | Jumlah | Kondisi | 
| 1 | Masjid | 1 | Baik | 
| 2 | Ruang Kelas | 5 | Baik | 
| 3 | Tahap Pembangunan | ||
| 3 | Asrama | 2 | Baik | 
| 2 | Tahap Pembangunan | ||
| 4 | Rumah Ustadz/ Guru | 3 | Baik | 
| 5 | Ruang Tamu | 1 | Baik | 
| 6 | Kantor | 1 | Baik | 
| 7 | Koperasi | 1 | Baik | 
| 8 | MCK | 10 | Baik | 
| 9 | MCK Guru | 2 | Baik | 
| 10 | Dapur dan Ruang Makan | 1 | Baik | 
Jadwal Kegiatan Santri :
| No | Waktu | Kegiatan | 
| 1 | 04.00 – 04.45 | Mandi, Shalat Tahajud dan Persiapan Sholat subuh | 
| 2 | 04.45 – 05.20 | Sholat Subuh Berjamaah | 
| 3 | 05.20 – 06.10 | Fasohah Al-Qur’an | 
| 4 | 06.00 –06.45 | Sarapan Pagi dan Persiapan Berangkat Sekolah | 
| 5 | 06.45 –07.15 | Sholat Dhuha Berjamaah di Masjid | 
| 6 | 07.15 – 12.15 | Kegiatan Belajar Mengajar SMPIT | 
| 7 | 12.15 – 12.45 | Sholat Dzuhur Berjamaah | 
| 8 | 12.45 – 13.50 | Makan Siang dan Istirahat | 
| 9 | 13.30 – 15.30 | Kegiatan Belajar Mengajar Madrasah Diniyah | 
| 10 | 15.45 – 16.15 | Sholat Asar Berjamaah | 
| 11 | 16.15 – 17.45 | Istirahat dan Kegiatan Ekstrakurikuler Pada Hari Tertentu | 
| 12 | 17.45 – 18.15 | Makan Sore dan Persiapan Jamaah Sholat Maghrib | 
| 13 | 18.15 – 18.45 | Sholat Maghrib Berjamaah | 
| 14 | 18.45 – 19.30 | Sorogan Al-Qur’an | 
| 15 | 19.30 – 20.00 | Sholat Isyak Berjamaah | 
| 16 | 20.00 – 21.00 | Kegiatan malam (Syawir, Bandongan, Ubudiyah) | 
| 17 | 21.00 – 22.00 | Jam Belajar (Muthola’ah) | 
| 18 | 22.00 – 04.00 | Istirahat (Tidur) | 







