,

    Perlengkapan Santri BaruPondok Putri Pesantren Tebuireng
    Add caption

    ,


    Harta Waris
    Harta Waris

    Oleh: M. A. Rohim, S.H., M.H.*
    Assalamualaikum, Wr. Wb.
    Kepada Yth. Bpk. Kiyai Sekalian, Ponpes Tebuireng,
    Jombang – Jawa Timur
    Dalam keluarga atau rumah tangga antara Bapak S dengan Ibu K, saling membawa harta berupa sawah dan pekarangannya, juga memperoleh harta gono-gini berupa sawah dan pekarangan. Selama berumah tangga diberi keturunan 4 (empat) orang anak yaitu 1 (satu) wanita dan 3 (tiga) laki-laki. Pada tahun 1975, Ibu K (istri Bapak S) meninggal dunia.
    Setelah Ibu K (istri Bapak S) meninggal dunia. Bapak S menikah kembali dengan seorang gadis bernama Ibu N, yang tidak membawa harta apapun juga, dan selama berumah tangga tidak mendapatkan harta gono-gini, serta selama berumah tangga dikaruniai keturunan 3 (tiga) orang anak, yaitu: 2 (dua) wanita dan 1 (satu) laki-laki. Kemudian, saat ini suaminya (Bapak S) telah meninggal dunia.
    Mohon penjelasan dari Yth. Bapak Kiyai sekalian, bagaimana sistem dan cara pembagian harta warisan kepada anak-anak, dari istri pertama dan istri kedua, sesuai dengan ketentuan Syariat Islam. Atas penjelasan dari Yth. Bapak Kiyai sekalian, sebelumnya saya sampaikan terima kasih.
    Wassalamu’alaikum Wr. Wb
    Ahmad Mulyo Redjo, Bandarlampung

    Waalaikumsalam Wr. Wb.
    Saudara penanya yang kami hormati.
    Dalam hukum Islam, tata cara pembagian harta warisan diatur dalam hukum faroidl, yaitu hukum yang mengatur tentang orang-orang yang berhak menerima warisan, besarnya bagian serta tata cara pembagian harta warisan tersebut.
    Sumber utama hukum faroidl adalah Al Quran, kemudian dari hadis Nabi, ijma’ serta ijtihad shohabat, yang selanjutnya di Indonesia sumber-sumber tersebut dirumuskan dalam sebuah aturan yang dimuat dalam sebuah kompilasi yang disebut dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) berdasarkan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991.
    Hukum kewarisan sangat terkait dengan hukum perkawinan, karena dari perkawinan akan melahirkan keturunan yang menyebabkan pertalian nasab. Terkait pertanyaan Saudara mengenai harta yang diperoleh dalam atau selama perkawinan, maka sesuai ketentuan Pasal 35 (1) UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa: Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama. Dalam ayat 2 Pasal tersebut disebutkan pula bahwa: Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
    Dalam kasus seperti pertanyaan yang diajukan, seorang suami yang ditinggal mati istrinya (Bu K), kemudian suami (Pak S) kawin lagi, selagi tidak ada perjanjian mengenai harta benda, maka dipilah dulu harta yang diperoleh dalam perkawinan suami (Pak S) dengan istrinya (Bu K) yang disebut dengan harta bersama. Harta bersama ini dibagi dua, separuh menjadi bagian/hak suami, dan separuh sisanya ditambah harta asal istri yang telah meninggal menjadi harta warisan yang harus dibagi waris kepada suami (Pak S) beserta 4 (empat) anaknya, jika almarhumah (Bu K) tidak mempunyai orang tua. Yang berarti suami (Pak S) memperoleh 1/4 (seperempat) bagian, sedang sisanya 3/4 (tigaperempat) bagian dibagikan kepada 4 (empat) orang anaknya, dengan ketentuan bagian seorang anak laki-laki adalah 2(dua) dibanding 1 (satu) dengan anak perempuan.
    Setelah Pak S menikah lagi dengan Bu N yang tidak membawa harta asal dan tidak mempunyai harta bersama, namun dalam perkawinan dengan Pak S ini mempunyai 3 (tiga) anak (2 perempuan dan 1 laki-laki), kemudian jika Pak S meninggal dunia tanpa ada orang tua, maka seluruh harta warisan Pak S, baik yang berasal dari hasil bagian warisan dari istri terdahulu maupun bagian harta bersama dari istri terdahulu dan harta asal Pak S sendiri jika masih ada, menjadi harta warisan yang harus dibagi waris kepada istri kedua (Bu N) dan seluruh anak-anaknya baik dari istri pertama (4 anak) maupun dari istri kedua (3 orang anak). Sehingga istri kedua Pak S (Bu N) mendapat 1/8 bagian sedang sisanya 7/8 bagian dibagi kepada seluruh anak Pak S baik dari istri pertama (Bu K) maupun anak dengan istri kedua (Bu N) yang seluruhnya berjumlah 7 (tujuh) orang anak (4 laki-laki dan 3 perempuan). Dengan ketentuan bagian seorang anak laki-laki memperoleh bagian 2 dibanding 1 dengan seorang anak perempuan.
    Demikian, semoga bermanfaat.

    *Praktisi Hukum Peradilan Agama
    Nb: nama sengaja publisher ubah inisial untuk menjaga privasi keluarga.

    ,

    Viral Foto Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, Ini Tanggapan Cucu Beliau

    Foto asli Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang sekarang sedang viral di media sosial
    Foto Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang viral sepekan terakhir di media sosial instagram dan facebook mendapat tanggapan beragam dari nitizen. Sebagian nitizen ada yang mempercayai kebenaran foto tersebut, dan tidak sedikit pula yang mempertanyakan sumber dari foto hitam putih Mbah Hasyim yang diketahui dibagikan pertama kali oleh Muhammad al-Mubasyir  dari Sumenep, Madura, melalui akun instagram @al_mubas itu.
    Akun Instagram @al_mubas milik Muhammad al-Mubasyir yang membagikan pertama kali foto itu.
    Hal itu kemudian dibenarkan oleh akun facebook Muhammad al-Faiz yang merupakan kakak Muhammad al-Mubasyir. Muhammad al-Faiz menerangkan bahwa foto yang Ramai diperbicangkan itu didapat oleh adiknya pada tanggal 2 Syawal 1438 H lalu, saat bongkar-bongkar arsip peninggalan Kakeknya, KH. Moh. Amir Ilyas, salah seorang pengasuh Pesantren Annuqayah Guluk-guluk Sumenep Madura, murid langsung Hadratussyaikh dan kakak kandung KH. Ashiem Ilyas, pencipta lambang Pesantren Tebuireng.
    “Adik saya bilang, ‘Kak, saya bagikan di medsos, ya?’ Saya jawab, ‘Ah, ndak usah, sudah banyak yang punya kok’. Dia maksa. Eh, ternyata memang masih banyak yang belum pernah lihat foto serupa sebelumnya. Untuk itu, saya bantu scan-kan, plus tulisan tangan di balik foto yang menerangkan bahwa sosok itu adalah Hadratussyaikh. Demikian asal-usulnya, semoga manfaat dan menambah kecintaan kita,” tulis Muhammad al-Faiz di laman facebook-nya tanggal 03 Juli 2017.
    Namun, akun instagram @indonesiabertauhid sempat mem-posting ulang, tetapi dengan foto yang salah dan tetap menyandarkan sumbernya dari Muhammad al-Mubasyir. Dalam foto yang diunggah @indonesiabertauhid itu, terlihat seorang berjubah dan ber-imamah difoto dari arah samping kiri, yang diasumsikan sebagai Kiai Hasyim. Merasa nama adiknya dicatut, Muhammad al-Faiz memberikan klarifikasi kebenaran foto yang sebenarnya dimaksud.
    Salah repost oleh @indonesiabertauhid yang sudah diklarifikasi kesalahannya oleh Muhammad al-Faiz kakak Muhammad al-Mubasyir.
    “Alhamdulillah, foto Hadratussyaikh yang saya bagikan tersebar luas. Banyak yang membagikan ulang. Namun, sayang sekali, rupanya tidak semua (dari) mereka teliti, atau mungkin, jujur dalam me-repost. Perlu saya sampaikan kembali bahwa foto beliau yang saya punya dan saya bagikan hanya satu, yaitu foto nomor 1 di bawah (merujuk pada foto Kiai Hasyim menghadap ke depan) ini yang saya beri keterangan, atau yang saya posting di status sebelumnya, atau yang memperlihatkan Hadratussyaikh memegang tongkat (?),” tulisnya di akun facebook-nya pada pagi tadi (05/07/2017).
    Selain foto itu, ia merasa tidak menyebarkan dan tidak tahu sumbernya, termasuk foto yang diunggah oleh akun IG @indonesiabertauhid . “Saya rasa ini penting untuk disampaikan agar tidak sembarang menisbatkan kepada yang bukan sumbernya, terlebih jika sesuatu yang dinisbatkan (itu) tidak benar, juga khawatir ada orang yang datang ke saya untuk melihat langsung fisik foto beliau dalam beraneka pose itu, padahal yang saya punya cuma satu. Trims,” lanjutnya setelah itu.
    Kepala Unit Penerbitan Pesantren Tebuireng, Ahmad Faozan, berangkat dari permintaan sejumlah alumni, mengklarifikasi kebenaran foto tersebut kepada salah satu cucu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. Irfan Yusuf, putra KH. M. Yusuf Hasyim. Gus Irfan, sapaan akrab beliau, meyakini bahwa benar foto itu adalah Hadratussyaikh. “Gambar paling sesuai dengan aslinya menjelang beliau wafat,” kata Gus Irfan.
    Terkait hal tersebut, Tebuireng Online juga menghubungi cucu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang lain, KH. Agus M Zaki yang juga mengamini kebenaran foto tersebut. Dalam laman akun facebook-nya, Gus Zaki, sapaan akrab beliau, menulis keterangan yang membenarkan adanya foto Mbah Hasyim yang sedang viral itu. Beliau menerangkan bahwa foto yang sedang viral saat ini sama persis seperti yang ditunjukkan oleh almarhum KH Yusuf Hasyim sebelas tahun yang lalu.
    “Sedang ramai foto ini, 11 tahun yang lalu, sebelum KH. Yusuf Hasyim wafat, beliau mengajak saya ke Dalem Ijo yang tepat berada di utara rumah orang tua saya. Di Dalem Ijo itu, beliau menunjukkan sebuah foto ukuran besar dan beliau berkata ‘Ini foto Kiai Hasyim’. Kebetulan yang ditunjukkan tidak seutuh seperti dalam foto yang baru saja muncul di medsos. Beliau juga berkata bahwa foto inilah yang paling beliau suka,” terang Gus Zaki pada Senin (02/07/2017) di laman facebook-nya.
    Gus Zaki juga menceritakan beberapa bulan sebelum wafat, Kiai Khotib Umar Jember, berkesempatan mampir ke rumah beliau dan memberikan foto yang sama dengan milik KH. Yusuf Hasyim. “Akhirnya, muncul pula yang utuh dan syukran (terima kasih) kepada yang meng-upload-nya,” lanjut Gus Zaki.
    Konon, foto tersebut diambil diam-diam, karena Kiai Hasyim, infonya, tidak suka berfoto. Sama dengan menantu beliau, Kiai Maksum Aly, pengarang al-Amtsilat at-Tasrifiyah, yang membakar semua foto beliau sebelum wafat.
    Tentang lokasi foto itu diambil, Gus Zaki tidak mengetahui secara pasti. Namun,  jika kembali ke Tebuireng tempo dulu, Gus Zaki menerangkan, komplek F, G, H, I dan lainnya yang berada di selatan Masjid Tebuireng, mempunyai bentuk pintu model kupu tarung yang persis seperti yang ada di foto itu. “Sekarang yang tersisa hanya komplek Y dan K yang pintunya masih seperti itu,” tambah Pengasuh Pesantren al-Masruriyah Tebuireng itu.
    “Pertanyaannya, apakah komplek-komplek itu sudah ada sejak zaman kiai Hasyim? Jika tidak, pikiran saya melayang ke  Pesantren Salafiyah di Kapu Kediri tempat mertua beliau Kiai Hasan Muhyi  tinggal.  Di utara Masjid Pondok Kapu, ada bangunan yang sangat mirip dengan yang ada dalam foto ini. Bangunan itu sekarang masih ada dan menjadi madrasah diniyah, Wallahu a’lam bisshowab,” pungkas beliau dalam status itu.
    Tentang foto yang diunggah oleh akun IG @indonesiabertauhid, Gus Zaki merasa tidak yakin kalau itu adalah Mbah Hasyim. “Foto yang sebelah kanan, saya kok ragu kalau itu kiai Hasyim Asy’ari,” tulis beliau di kolom komentar status Muhammad al-Faiz sebagai klarifikasi atas kesalahan posting oleh @indonesiabertauhid.
    Hingga sekarang foto yang sudah dibenarkan oleh dua cucu Hadratussyaikh itu, masih menjadi perbincangan hangat di kalangan santri dan alumni Pesantren Tebuireng, serta Nahdliyin dan umat Islam. Beberapa akun facebook juga membagikannya seperti Ala_NU, MusliModerat, Masjid Tebuireng, Fiqh Menjawab, dan beberapa akun lainnya. Viralnya foto ini juga terjadi di media sosial WhatsApp dan Instagram.

    ,

    Gus Sholah
    Gus Sholah

    Masih dalam suasana Hari Raya Idul Fitri 1438 H., Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) berkesempatan memberikan nasihat dalam acara Halal bi Halal dan Haul Masyayikh Pesantren Tebuireng yang diadakan oleh IKAPETE (Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng) DKI Jakarta dan sekitarnya.
    Acara yang berjalan khidmat ini mengusung tema “Melalui Halal bi Halal Kita Jalin Semangat Silaturahim yang Lebih Erat lagi antar Alumni Pesantren Tebuireng”. Hadir dalam acara tersebut para alumni, ulama, kiai, dan pengurus pondok putra/putri di Masjid an-Nur Cipete Jakarta Selatan pada Ahad (02/07/17).
    Dalam kesempatan ini, Gus Sholah menyampaikan beberapa hal, termasuk mengenai informasi capaian, dan perkembangan Pesantren Tebuireng. Menurut beliau, Pesantren Tebuireng saat ini sedang meningkatkan kualitas maupun kuantitas. Salah satu caranya dengan membuka cabang pesantren di luar pulau Jawa. “Yang memprihatinkan itu yang di luar pulau Jawa,” tutur beliau.
    Mantan aktivis HAM tersebut, bercerita tentang keadaan IAIN Ambon yan hanya mempunyai 20 persen mahasiswa yang mampu membaca Al-Quran dengan baik dan benar. “Jika yang di IAIN saja segitu, apalagi yang bukan,” ungkap Gus Sholah. Karena alasan itulah, cucu Hadratussyikh KH. Hasyim Asy’ari ini membuka cabang Pesantren Tebuireng di Ambon beberapa waktu lalu.
    Pada kesempatan ini pula Gus Sholah menyampaikan kepada para hadirin beberapa pemikiran KH. Hasyim Asy’ari yang mulai dilupakan oleh para pengikut beliau, khususnya pada jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Beliau menjelaskan secara rinci bagaimana peran KH. Hasyim Asy’ari dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan Indonesia.
    Gus Sholah menjelaskan, secara tidak langsung peran KH. Hasyim Asy’ari dilakukan oleh keturunan dan santri beliau. “Pemikiran KH. Hasyim tersampaikan melalui KH. Wahid Hasyim saat jadi menteri agama, adapula melalui KH. Ahmad Shiddiq saat menerima Pancasila sebagai dasar negara yang mana beliau adalah santri mbah Hasyim,” ungkap suami Nyai Hj. Farida Salahuddin Wahid itu.
    Rektor Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Tebuireng Jombang ini juga menyampaikan keprihatinan beliau terhadap kondisi Indonesia saat ini. Menurutnya, ada beberapa pihak yang sekarang seolah-olah ingin membenturkan antara Indonesia dengan Islam.
    “Mana yang benar? Saya warga negara Indonesia yang beragama Islam atau bukan? Kalau saya, lebih baik, saya warga negara Indonesia yang beragama Islam dan sebaliknya,” tegas beliau pada para hadirin halal bi halal.
    Acara  ini diakhiri doa dan musafahah bersama pengasuh, masyayikh, serta para anggota IKAPETE DKI Jakarta dan sekitarnya. Seusai acar,  para hadirin dipersilakan untuk menikmati hidangan dan jajanan khas Jakarta yang disediakan oleh panitia.

    , ,


    Lowongan Kerja di Pesantren Tebuireng 2017
    Lowongan Kerja di Pesantren Tebuireng 2017

    Assalamualaikum. Wr.Wb.
    Informasi dibutuhkan beberapa guru untuk mengajar di SMA TRENSAINS TEBUIRENG pada bidang studi:
    1. Fisika.
    2. Kimia.
    3. Matematika.
    4. Bahasa Indonesia.
    Bagi  yang berminat silahkan mengirimkan lamaran ke Kantor SMA Trensains  alamat: Jl. Raya Jombang-Pare KM. 19 Ngoro Jombang
    Untuk informasi profil SMA Trensains Bapak/Ibu dapat mengakses website sekolah: www.smatrensains.sch.id
    mohon di infokan kepada yang lainnya.
    Berkas lamaran terakhir tanggal 15 Juli 2017, Dengan melampirkan:
    1. surat lamaran
    2. curiculum vitae
    3. legalisir ijazah terahir
    3. KTP
    4. dan sertifikat lainnya.
    Terima kasih

    contact person:
    - Ustdz. Rofik (WA:085854467893)
    - Abdul Ghofur (WA:085730555995)

    ,

    Rincian Biaya Daftar Ulang dan Biaya Bulanan di Pondok Putra Pesantren Tebuireng
    Rincian Biaya Daftar Ulang dan Biaya Bulanan di Pondok Putra Pesantren Tebuireng

    ,

    Rincian Biaya Daftar Ulang dan Biaya Bulanan di Pondok Putri Pesantren Tebuireng
    Rincian Biaya Daftar Ulang dan Biaya Bulanan di Pondok Putri Pesantren Tebuireng

    ,

    Panduan Pembayaran BRIVA di Pesantren Tebuireng Jombang
    Panduan Pembayaran BRIVA di Pesantren Tebuireng Jombang

    ,

    (Ilustrasi resepsi pernikahan)
    (Ilustrasi resepsi pernikahan)

    Oleh: Hilmi Abedillah
    Di bulan Syawal ini, banyak sekali pasangan kekasih yang melangsungkan pernikahan. Bukannya tanpa alasan, menikah di bulan Syawal merupakan salah satu anjuran yang didasarkan pada hadis riwayat ‘Aisyah ra. yang berbunyi:
    “Rasulullah SAW menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku di bulan Syawal pula. Maka istri-istri Rasulullah manakah yang lebih beruntung dariku?”
    Pernikahan Rasulullah di bulan Syawal menepis tradisi Arab Jahiliyah yang meyakini bahwa pernikahan di bulan Syawal akan berujung kesialan. Karena Syawal sendiri berasal dari Syaulanun Nuuq, habisnya susu unta-unta betina. Unta betina mengangkat ekornya yang bertanda bahwa ia tidak mau untuk menikah dan enggan dengan unta jantan.
    Akibat dari anjuran menikah di bulan Syawal ini, banyak undangan berdatangan dari kerabat, teman, dan kenalan. Saking banyaknya, mungkin kita diundang oleh orang yang tidak terlalu akrab, sekedar tahu namanya saja, atau bahkan banyak tanggal yang bertabrakan yang membuat kita malas untuk hadir.
    Tidak ada khilaf bahwa menyelenggarakan walimatul urs (pesta pernikahan) hukumnya sunnah. Nabi SAW pernah bersabda:
    أولم ولو بشاة
    “Berwalimahlah walau dengan seekor kambing.”
    Sedangkan menghadiri walimatul ‘urs hukumnya sunnah menurut Hanafiyyah. Sementara menurut Syafiiyyah dan Hanabilah, hukumnya wajib selama tidak ada kemungkaran.
    Ketika menghadiri pernikahan, disunnahkan setelah makan mendoakan shohibut tho’am atau tuan rumah. Karena Nabi pernah berbuka di rumah Sa’d bin Mu’adz, lalu Rasul berdoa, “Orang-orang puasa berbuka di rumahmu, para malaikat mendoakanmu, dan orang-orang baik memakan makananmu.”
    Kemungkaran di Walimatul ‘Urs
    Apabila yang diundang sudah mengetahui bahwa di dalam walimatul ‘urs yang akan dihadirinya ada kemungkaran, maka ia tidak perlu menghadirinya. Rasulullah pernah bersabda, “Akan ada dari umatku kaum-kaum yang menghalalkan minuman keras, babi, sutera, dan mi’zaf (jenis alat musik yang bersenar banyak).”
    Namun apabila ia tidak tahu, dan saat tiba ia baru sadar kalau ada khamr di tempat hidangan, maka ia tidak boleh duduk. “Rasulullah melarang kita duduk di tempat yang digunakan minum khamrnya, dan makan sambil telungkup.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Hakim)
    Apabila kemungkaran terdapat di rumah (tempat tinggal), bukan di tempat hidangan, maka ia harus mencegah semampunya. Karena tempat hidangan biasanya terletak di luar rumah. Namun, bila tidak mampu dan ia seorang panutan, maka lebih baik keluar meninggalkan tempat. Karena itu akan mencela agama dan pintu maksiat bagi muslimin. Jika ia bukan panutan, maka duduk saja, bersabar, menikmati makanan dan minuman, dan tidak perlu keluar. Karena menghadiri undangan hukumnya sunnah.

    ,

    gus sholah
    KH. Salahuddin Wahid saat menyampaikan sambutan dalam Pembukaan Seminar Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari di Gedung MPR RI Jakarta, pada Sabtu (06/05/2017). (Foto: Dokumentasi panitia)
    Di dalam BPUPKI (Mei-Juni 1945), muncullah pertentangan antara keindonesiaan dan keislaman, yakni ketika kalangan ”nasionalis Islam” mengusulkan dasar negara Islam dan kalangan ”nasionalis Pancasila” mengusulkan dasar negara Pancasila. Komprominya ialah ”Piagam Jakarta”, yang di dalamnya terkandung dasar negara Pancasila dengan sila pertama ”Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya”.
    Ternyata kompromi itu masih ditolak kalangan ”non-Islam” pada 17 Agustus 1945. Maka, para tokoh Islam dengan lapang dada menyetujui dicoretnya anak kalimat ”dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dan menyetujui rumusan: ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Itulah keberhasilan awal dari upaya memadukan keindonesiaan dan keislaman.
    Keberhasilan kedua upaya memadukan keindonesiaan dan keislaman ialah ketika para ulama di bawah pimpinan KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad (22 Oktober 1945), yang mengilhami dan mendorong para pemuda Muslim untuk bertempur melawan tentara Sekutu pada 10 November 1945. Jihad, sebuah istilah agama, digunakan untuk perjuangan bersifat kebangsaan.
    Para tokoh Islam berhasil dalam perjuangan mendirikan Departemen Agama pada Januari 1946. Itu adalah keberhasilan ketiga upaya memadukan keindonesiaan dan keislaman. Pada 1951, Menteri Agama KH. A Wahid Hasyim dan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Bahder Johan (keduanya dari Partai Masyumi) membuat nota kesepahaman tentang pendirian madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah aliyah. Ini adalah keberhasilan keempat dalam memadukan keindonesiaan dan keislaman, yang memberi tempat bagi pendidikan Islam di dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan Islam dalam bentuk pesantren sebenarnya sudah aktif 500 tahun sebelum Belanda mendirikan sekolah di Hindia Belanda pada 1840, yang menjadi cikal bakal pendidikan nasional Indonesia.
    Menerima asas Pancasila
    Pertentangan antara keindonesiaan dan keislaman muncul kembali ketika partai-partai Islam (Masyumi, Partai NU, PSII, Perti, AKUI) memperjuangkan dasar negara Islam dalam Konstituante pada 1956-1959. Perjuangan itu gagal, karena kalah dalam pemungutan suara.
    Pertentangan antara keindonesiaan dan keislaman berlanjut dalam Pemilu 1971, ketika partai-partai Islam (Partai NU, Parmusi, PSII, dan Perti) berkampanye untuk memperjuangkan dasar negara Islam. ABRI dan aparat pemerintah Orde Baru berjuang untuk mengalahkan partai-partai Islam dengan segala cara. Kursi yang diperoleh partai-partai Islam jauh di bawah jumlah kursi pada Pemilu 1955. Berarti kedudukan partai-partai Islam di dalam DPR amat lemah.
    Pada 1973 dilakukan pembahasan terhadap RUU Perkawinan, yang beberapa pasal di dalamnya dianggap oleh para ulama bertentangan dengan hukum Islam. Yang paling penting ialah Pasal 2, yang rumusan awalnya ialah ”perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut UU ini”. Syuriah PBNU yang dipimpin Rais Aam KH. Bisri Syansuri (murid KH. Hasyim Asy’ari) menolak rumusan tersebut dan mengusulkan supaya diganti menjadi ”perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya”. Kalangan non-Islam tentu saja menolak usul tersebut karena hal itu berarti menerima syariat Islam yang partikular ke dalam sistem perundang-undangan kita. Presiden Soeharto menyetujui usulan para ulama itu. Ini adalah keberhasilan kelima dalam upaya memadukan keindonesiaan dan keislaman.
    Pemerintah pada awal 1980-an berusaha supaya Pancasila menjadi satu-satunya asas bagi parpol dan ormas yang ada di Indonesia. Menghadapi situasi seperti di atas, Syuriah PBNU membentuk sebuah tim untuk mengkaji ”hubungan antara Islam dan Pancasila”. Tim terdiri atas sejumlah ulama mumpuni yang dipimpin KH. Ahmad Siddiq, alumnus Pesantren Tebuireng yang pernah mengaji langsung kepada KH. Hasyim Asy’ari. Berdasar dokumen ”Hubungan Islam Pancasila” yang disusun tim di atas, Muktamar NU 1984 di Situbondo memutuskan untuk menerima secara resmi Pancasila sebagai dasar negara. Langkah itu lalu diikuti oleh PPP dan semua ormas Islam, kecuali beberapa ormas yang jumlahnya amat sedikit. Ini adalah keberhasilan keenam dari upaya memadukan keindonesiaan dan keislaman.
    Pada 1989, DPR membahas RUU Peradilan Agama sebagai lanjutan dari UU No 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Kembali muncul konflik antara keindonesiaan dan keislaman sehingga terjadi perdebatan panas antara yang menyetujui dan menolak RUU tersebut. Pada 29 Desember 1989, RUU tersebut disetujui menjadi UU No 7/1989. Muktamar NU 1989 di Pesantren Krapyak DI Yogyakarta menghargai pengesahan UU tersebut. Ini adalah keberhasilan ketujuh dari upaya memadukan keindonesiaan dan keislaman.
    Setelah itu, masih terdapat banyak lagi keberhasilan dalam memadukan keindonesiaan dan keislaman, seperti UU Perbankan Syariah, UU Haji, dan UU Wakaf. Selain itu, UU Sistem Pendidikan Nasional (2003) memasukkan pesantren ke dalam nomenklatur pendidikan Indonesia sehingga memberikan peluang lebih luas bagi pesantren untuk mengembangkan diri. Di dalam masyarakat kini tampak peningkatan minat masyarakat untuk mengirim siswa ke pesantren dan juga minat untuk mendirikan pesantren. Jumlah pesantren yang pada 1999 hampir 10.000 kini mendekati angka 30.000, yang keseluruhannya adalah milik swasta.
    Kondisi mutakhir
    Saat ini ada gejala munculnya kembali konflik antara keindonesiaan dan keislaman. Gejala itu terjadi dalam kaitan pemilihan gubernur DKI Jakarta. Ada kelompok yang menganggap bahwa merekalah yang ”paling Islam” dan sebaliknya juga ada kelompok yang menganggap bahwa merekalah yang ”paling Indonesia”. Yang memilih Ahok-Djarot dianggap anti-Islam dan munafik, sedangkan yang memilih Anies-Sandi dianggap anti-Indonesia, intoleran, dan anti-kebhinekaan. Kedua anggapan itu keliru.
    Kalau kita pelajari kembali proses penyusunan UUD pada 1945, ada keinginan tokoh-tokoh Islam supaya presiden RI adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam. Setelah melalui musyawarah, tokoh-tokoh Islam yang menyusun UUD menyetujui bahwa syarat ”harus beragama Islam” itu dibatalkan. Kesediaan tokoh dan umat Islam menghapus syarat harus beragama Islam bagi presiden sebenarnya sudah menunjukkan toleransi mereka.
    Akan tetapi, mereka yang tidak memilih non-Muslim karena alasan keagamaan tidak bisa dianggap sebagai orang yang tidak toleran atau melanggar UUD atau merusak kebhinekaan. Itu didasarkan pada Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945. Yang perlu dijaga ialah cara menyampaikan pendapat itu, jangan sampai memakai bahasa yang menyinggung atau mengandung nada kebencian. Juga perlu diperhatikan tempat dan waktu dalam menyampaikan pendapat tersebut.
    Sebenarnya konflik dalam kaitan pemilihan gubernur DKI Jakarta bukanlah antara umat Islam dan umat non-Islam. Akan tetapi, justru terjadi antara kelompok dalam umat Islam: antara yang menyetujui calon non-Muslim dan yang menolak calon non-Muslim. Perbedaan pandangan itu terjadi karena perbedaan penafsiran terhadap Surat Al-Maidah Ayat 51 dan sejumlah surat lain.
    Di dalam kalangan Islam sejak abad pertama Hijriah sudah terdapat dua aliran besar dalam menafsirkan ayat-ayat suci. Aliran pertama berpendapat bahwa syariat Islam bersifat dogmatis dengan berpegang pada teks nash murni tanpa menggunakan potensi akal. Tokoh utama aliran ini adalah Abdullah bin Umar, Ibnu Abbas, dan Amr bin Ash. Aliran kedua berpendapat bahwa syariat itu bersifat rasional, maka dalam menafsirkan teks suci, kita perlu mengoptimalkan penggunaan potensi akal. Tokoh-tokohnya ialah Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib. Menyikapi adanya dua kelompok seperti di atas, kedua pihak harus saling menghormati pilihan masing-masing. Tidak perlu saling menyalahkan, saling menyerang, atau saling mengejek.
    Konflik keindonesiaan dan keislaman itu mungkin meluas pada Pilkada 2018. Kalau pada Pilpres 2019 konflik semacam itu masih terjadi, hal itu berpotensi mengancam persatuan Indonesia. Perlu ada upaya untuk meredamnya. Perlu dilakukan dialog antarkelompok di dalam Islam maupun dengan kalangan agama lain untuk meredamnya. Dalam dialog itu perlu dibahas dengan rinci apa yang dimaksud dengan ”politisasi agama”, apa yang dimaksud dengan ”isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan)”. Dialog itu harus dilakukan dengan hati dan kepala dingin supaya dapat menghasilkan kesepakatan yang bisa diikuti dalam praksis sehari-hari. Memang perlu waktu yang cukup untuk bisa mendinginkan suasana.
    Pertanyaannya: siapa pihak yang akan memprakarsai dialog itu dan siapa tokoh yang akan mewakili kedua pihak? Berapa jumlahnya? Kapan saat yang tepat untuk memulai dialog? Di mana dialog itu diadakan? Pihak yang memprakarsai dialog ialah pihak yang dapat diterima oleh kedua kelompok. Ramadhan dan Syawal adalah saat yang tepat untuk mengadakan dialog. Tempatnya harus mendapat persetujuan kedua kelompok. Gedung MPR dan rumah di Jalan Imam Bonjol tempat para pendiri merumuskan naskah proklamasi pada Agustus 1945 dapat dijadikan alternatif tempat dialog diadakan.
    Dalam dialog itu harus disampaikan secara jelas dan terbuka apa saja keinginan kedua kelompok dan apa saja yang tidak diinginkan oleh kedua kelompok. Sejumlah keberhasilan memadukan keindonesiaan dan keislaman yang telah menjadi modal berharga bangsa Indonesia harus menjadi acuan di dalam dialog tersebut. Kelompok yang seusai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap Ahok mengeluarkan seruan untuk menjaga keindonesiaan perlu memahami bahwa yang juga perlu dijaga adalah keterpaduan keindonesiaan dan keislaman karena itu adalah faktor utama persatuan Indonesia.

    *Tulisan ini disampaikan KH. Salahuddin Wahid dalam Pembukaan Seminar Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari di Gedung Nusantara V Komplek MPR RI Jakarta pada 06 Mei 2017, dimuat Harian Kompas pada 16 Mei 2017, dan dimuat ulang di media tebuireng.online untuk kepentingan pendidikan.

    ,

    1. Mengenal Tebuireng.
      Image result for TEBUIRENG 4 AL-ISHLAH KUALA GADING BATANG CENAKU INDRAGIRI HULU RIAU
      tebuireng 4
    Pesantren Tebuireng didirikan oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari pada tahun 1989 M di dusun Tebuireng Desa Cukir Kecamatan Diwek Jombang. Letaknya 8 KM di selatan kota Jombang, tepat berada di tepi jalan jurusan Jombang-Kediri. Menurut cerita masyarakat setempat nama tebuireng berasal dari “kebo ireng” (kerbau hitam). Konon, ketika itu ada seorang penduduk yang memiliki kerbau berkulit kuning. Suatu hari kerbau itu menghilang. Setelah ditemukan dalam keadaan hampir mati karena terperosok di rawa-rawa yang banyak dihuni lintah. Sekujur tubuhnya penuh lintah, sehingga kerbau kuning berubah menjadi hitam. Peristiwa mengejutkan ini menyebabkan pemilik kerbau berteriak “kebo ireng….! Kebo ireng….! “ sejak itulah dusun tempat ditemukannya kerbau itu dikenal dengan nama “kebo ireng”.
    Namun pada perkembangan selanjutnya, ketika dusun itu mulai ramai, nama “kebo ireng” berubah menjadi “Tebuireng” tidak diketahui secara pasti apakah itu ada kaitannya dengan munculnya pabrik gula di selatan dusun itu yang mendorong masyarakat untuk menanam tebu sebagai bahan baku gula, yang mungkin tebu yang ditanam berwarna hitam, maka pada akhirnya dusun tersebut berubah menjadi “ Tebuireng” .
    Dusun Tebuireng dulu dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian dan pelacuran. Awal mula KH. Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren dipusatkan di sebuah bangunan kecil yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyaman bambu (gedek), bekas sebuah warung pelacuran yang luasnya 6×8 M, yang beliau beli dari seorang dalang terkenal. Meski awal berdirinya penuh dengan terror akhirnya dengan penuh kegigihan beliau Pesantren Tebuireng masih bisa berdiri sampai sekarang dan terus berkembang serta menjadi salah satu pesantren terbesar di Indonesia.
    Setelah dalam masa kepengasuhan KH. Salahuddin Wahid (Pengasuh Pesantren Tebureng ke-7) Pesantren Tebuireng semakin berkembang pesat dan sudah membuka cabang di luar jawa. Pembukaan cabang Tebuireng di luar jawa semata-mata tidak hanya dibina oleh yayasan Hasyim Asy’ari tapi juga menggandeng masyarakat setempat. Misalnya di Tebuireng 3 menggandeng yayasan Hajarunnajah dan di Tebuireng 4 bekerjasama dengan Yayasan Al-Ishlah Kuala Gading.
    1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng 4.

    Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah mempuyai sejarah tersendiri dari pada cabang-cabang yang lainnya. Setelah berdiri Pondok Pesantren Tebuireng 3 Hajarun Najah yang terletak di Desa Petalongan Kec Keritang Indagiri Hilir Riau pada tahun 2013. Kini selang satu tahun yakni pada tahun 2014 juga telah berdiri Pondok Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah yang terletak di Desa Kuala Gading Kec Batang Cenaku Indragiri Hulu Riau. Yang diasuh oleh KH. MAs’ud Hasan Bisri. Sehingga pesantren Tebuireng 4 ini merupakan lembaga pendidikan kerjasama antara 2 yayasan yaitu “Yayasan Hasyim Asy’ari dan Yayasan Al-Ishlah Kuala Gading”.
    Embrio kelahiran Pondok Pesantren Tebureng 4 Al-Ishlah ini juga tak lepas dari sejarah Pesantren Tebuireng 3. Awalnya saat acara peresmian di Pesantren Tebuireng 3 ada seorang Kiai yang juga menginginkan menjadi cabang Tebuireng, namun keinginan itu tak begitu direspon oleh Pengasuh Tebuireng 3 KH. Mas’ud Hasan Bisri. Karena menurut beliau keinginannya tidak begitu serius. Disamping itu juga banyak sekali yayasan atau desa yang mengiginkan menjadi tempat cabang Tebuireng yang ke-4. Dan hingga akhirnya Desa Kuala Gading yang bisa menjadikan cabang Tebuireng ke-4.
    Keberadaan cabang Tebuireng ke-4 di Desa Kuala Gading ini bermula dari cita-cita H. Sobirin yang pada waktu itu menjadi salah satu pemuka agama di Desa Kuala Gading. Beliau menginginkan membuat pesantren, namun beliau berfikiran tidak mungkin karena mengingat umurnya yang sudah tua dan anak-anaknya yang masih kecil dan semuanya tidak ada yang laki-laki.  Toh kalau mempunyai pesantren sendiri tidak ada generasi penerusnya.
    Namun cita-cita beliau itu terdengar oleh Ust. Arwani yakni salah satu guru ngaji di Desa Kuala Gading. Setelah mendengar cita-cita H. Sobirin sedemikian itu, akhirnya Ust. Arwani mengutarakan cita-cita H. Sobirin kepada sepupunya di Tembilahan yaitu Ust. Subhan. Karena pada saat itu Ust. Subhan adalah salah satu orang yang dekat dengan pengasuh Tebuireng 3 KH. Mas’ud Hasan Bisri. Sehingga nantinya Kiai Mas’ud bisa menyampaikan ke Jombang.
    Setelah Kiai Masud dan Ust. Subhan mendengar kabar tersebut keduanya tak lupa mensurvei lokasi yang akan dijadikan pondok pesantren, lantas setelah melihat lokasi yang luas dan cocok akhirnya disepakati bahwa Desa Kuala Gading akan menjadi calon lokasi cabang Tebuireng yang ke-4. Disamping itu kepala desa kuala gading juga menyetujui kalau desanya didirikan pesantren bahkan pihak desa  memberikan lahan desa seluas 2 hektar untuk lahan pembangunan pondok pesantren.
    Melihat komitmet masyarakat dan pemerintahan desa Kuala Gading untuk mendirikan pesantren akhirnya Tebuireng pusat menyetujuinya yang sebelumnya telah disurve oleh Rektor Ma’had Aly Hasyim Asy’ari H. Nur Hannan, L.c serta Pengurus yayasan hasyim Asy’ari Gus Toha. Bahkan KH. Salahuddin Wahid juga ikut mensurve lokasi pada tanggal 6 Mei 2014. Dan ternyata dalam kunjungan Gus Solah kali ini sangat disambut baik oleh masyarakat maupun pemerintahan. Sebagai bukti Bupati Indaragiri Hulu H. Yopi Arianto, SE beserta jajaran staf pemerintahan Indragiri Hulu menyambut baik kedatangan Gus Sholah dan sangat berharap nantinya Desa Kuala Gading menjadi kota santri.
    Dengan adanya proses yang panjang tersebut akhirnya mencapai kata kesepakatan antara yayasan hasyim asy’ari Jombang dengan Desa Kuala Gading untuk membangun cabang tebuireng ke-4 di Kuala Gading. Dan untuk mempercepat pembangunan agar di tahun 2014 sudah bisa membuka pendaftaran santri baru akhirnya Kepala Desa Kuala Gading Bpk. Wahyu Diantoro membuat program berhenti merokok satu hari dalam satu bulan yang dimana uang rokok nantinya bisa digunakan untuk membangun pesantren. Setelah program itu disosialisasikan akhirnya masyarakat menyetujuinya dan mencapai kesepakatan masyarakat untuk berhenti merokok 1 hari dalam satu bulan selama 4 tahun, sehingga harga 1 bungkus rokok Rp 13.000,-  dikali jumlah KK di Desa Kuala Gading terkumpul uang Rp. 300.000.000,-.
    Melihat dana yang masih kurang, karena pada waktu itu lahan masih berupa kebun sawit dan masih berupa bukit sehingga masih banyak biaya untuk membangun pondok pesantren. Maka pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu juga ikut memberikan suntikan dana agar pembangunan Pondok Pesantren Tebuireng 4 ini cepat selesai dan bisa ditempati santri.
    Setelah pendaftaran dibuka, tercatat ada 45 santri yang terdiri dari 20santri putri dan 25 santri putra. Informasi pendaftaran hanya dilakukan dari mulut-ke mulut saja sehingga rata-rata santri hanya dari Desa Kuala Gading dan rumahnya tidak jauh dari Pondok Pesantren dan hanya 1 santri yang terjauh yaitu dari Medan. Namun meski rumah mereka dekat semuanya diwajibkan mukim di asrama dan tidak diperbolehkan.
    Santri masuk pertama kali pada tanggal 22 Juni 2014 dan saat itu hanya ditangani oleh Ust. Subhan yang sudah datang sebelumnya, sedangkan tenaga pengajar dari Tebuireng pusat datang pada tanggal 24 Juni 2014. Meski kegiatan belajar mengajar sudah dimulai keberadaan pondok pesantren tebuireng 4 belum diresmikan secara resmi. Dan akhirnya diresmikan secara resmi oleh KH.Salahuddin Wahid pada hari Rabu, 20 Agustus 2014. Dalam peresmian juga turut hadir Bupati Indragiri Hulu yang dalam sambutannya berharap 10 tahun kedepan Desa Kuala Gading dihuni ribuan santri dan bisa menjadi kota santri.
    RUMUSAN VISI, MISI, DAN TUJUAN PESANTREN TEBUIRENG 4
    Visi
    Mencetak insan religius yang cerdas, berakhlak mulia, berbudaya, mandiri dan kompetitif
    Misi
    1. Mendidik santri agar memiliki kemantapan akidah dan syari’ah islam, kedalaman spiritual, keluasan ilmu dan keterampilan serta keluhuran budi pekerti.
    2. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesenian yang bernafaskan islami.
    3. Memberikan pelayanan terbaik dan keteladanan atas dasar nilai-nilai Islam yang inklusif dan humanis.
    4. Mengembangkan manajemen pesantren terpadu di level nasional maupun internasional.
    5. Mengembangkan kemitraan dengan institusi lain baik regional maupun internasional.
    Maksud dan Tujuan
    Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah  mempunyai maksud dan tujuan :
    1. Mencerdaskan kehidupan bermasyarakat melalui pembinaan dan pendidikan keterpaduan .
    2. Mendidik dan membina masyarakat untuk menjadi manusia yang beriman – taqwa, berbudi pekerti luhur dengan berbekal keterampilan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu mengemban amanat dan kewajibannya dalam menjalankan ajaran agama untuk kepentingan membangun kepribadian diri, masyarakat, bangsa dan negara dengan berpegang teguh pada nilai-nilai ahlussunnah wal jamaah.
    Ciri Khas Pondok Pesantren Tebuireng 4  Al-Ishlah Kuala Gading :
    1. Mempertahankan tradisi salaf yakni perilaku pesantren tradisional yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan akhlak alkarimah serta memperkuat wawasan kebangsaan dan nasionalisme.
    2. Misi da’wahnya ‘amar makruf nahi ‘anil munkar’, Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah berusaha cerdas menyikapi kebutuhan masyarakat demi memenuhi tuntutan zaman. Sehingga Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah merespon keinginan tersebut melalui jalur pendidikan umum yang untuk pertama ini akan dibuka SMPIT Al-Ishlah, dengan demikian diharapkan Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah mampu merajut kepentingan duniawi dan ukhrowi untuk menyatukan dua unsur dasar “jasad dan ruh” sebagai bentuk modifikasi model salaf yang modern tetapi tetap dalam koridor pesantren yang menjunjung nilai-nilai akhlakul karimah. Metode salafiyah diterapkan dengan mengkaji kitab-kitab kuning, sedangkan metode modern dengan menyelenggarakan pendidikan berdasarkan kurikulum Kemendikbud sesuai prinsip Al-Muhafadloh ‘ala al-Qodim al-Sholih wa al-Akhdzu bi al-Jadid al- Ashlah ( mempertahankan tata kehidupan lama yang baik dan mengambil metode baru yang inovatif, lebih berdaya guna).
    1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran secara optimal dengan menerapkan pola keterpaduan yang utuh dalam kesatuan iptek dan imtaq, fikir dan dzikir, intelektual dan moral berwujudkan kebersamaan antara pesantren dengan pendidikan formal. Penyelenggaraan sekolah formal menopang tujuan pesantren, sementara pesantren dengan sistem pendidikan salafinya mendukung keberhasilan pendidikan formal.
    2. Membudayakan Bilingual English – Arabic sebagai bahasa pengantar dan komunikasi santri.


    1. Program Pendidikan.
    Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah merupakan salah satu pesantren salaf yang berada di Riau yang diasuh oleh KH. Mas’ud Hasan Bisri dan resmi dibuka menjadi cabang ke-4 pada tanggal 20 Agustus 2014. Tenaga pengajar sebagian dikirim dari Pesantren Tebuireng Jombang. Dan untuk membekali para santri ilmu agama dan umum maka Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah menyelenggarakan pendidikan formal yang mengacu pada kurikulum nasional dan pendidikan non formal yang mengacu pada kurikulum pesantren salaf. Dengan rincian program pendidikan sebagai berikut :

    1. SMPIT Tebuireng 4 Al-Ishlah
    SMPIT Tebuireng 4 Al-Ishlah adalah sekolah formal dengan masa pendidikan selama 3 tahun yang berada di bawah tanggung jawab “Yayasan Al-Ishlah Kuala Gading” . Sekolah ini bernaung di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional yang memberikan mata pelajaran lebih di bidang keagamaan dan ketrampilan siswa tanpa mengurangi pencapaian target kurikulum yang telah ditentukan oleh  Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional” . Setelah selesai menempuh pendidikan di SMPIT Tebuireng 4 Al-Ishlah siswa akan mendapatkan ijazah resmi dari Diknas.

    1. Salaf
    Pragram salaf ini bertujuan untuk menampung santri yang hanya menginginkan mondok saja tanpa sekolah formal. Program ini dibuka untuk semua lulusan baik itu SD, SMP maupun SMA. Dan tentunya lulusan program salaf ini nantinya mempunyai keunggulan yang lebih dalam mendalami kitab kuning karena hanya fokus belajar kitab kuning dengan metode bandongan dan sorogan. Selain itu program ini juga bertujuan untuk mengembalikan ruh Tebuireng yang telah didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari yang awal berdirinya hanya membuka program salaf.

    1. Madrasah Diniyah
    Pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin maka seluruh santri Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah baik yang sekolah SMPIT maupun salaf diwajibkan untuk mengikuti pelajaran diniyah pada sore hari. Mata pelajaran Diniyah mengkaji kitab-kitab kuning karya ulama salaf. Pesantren Tebuireng 4 memilih memakai kitab kuning guna untuk menjaga tradisi ulama terdahulu serta  agar nantinya para santri memiliki sifat saleh (Akhlak al-karimah) dan kepakaran (al-ulumu al-nafi’ah) yang berhaluan Ahli sunnah wal jama’ah. Sistem pengajaran kitab kuning di Pesantren Tebuireng 4 Al-Ishlah menggunakan metode sorogan dan bandongan. Dalam metode tersebut ustadz memberikan pemahaman perkata atau kalimat dengan menggunakan makna utawi, iki iku serta memberikan penjelasan kedudukan kalimat (tarkib) dengan tujuan agar santri mampu mengkomunikasikan makna tulis secara tertulis serta merumuskan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam teks. Adapun mata pelajaran diniyah meliputi : Tajwid, Fasohah, Imla’, Ubudiyan, Nahwu, Sorof, Hadits, Fiqih, Tauhid, Akhlak serta Sejarah Islam.

    1. Jumlah Santri dan Pengajar Sekarang.

    1. Jumlah Santri

    Program Laki-lakiPerempuanJumlah
    SMPIT7456130
    SALAF166
    Jumlah Seluruh Santri136


    1. Jumlah Guru/Pengajar

    Tenaga Pengajar di Pesantren Tebuireng 4 terdiri dari pengajar yang dikirim dari pesantren tebuireng pusat dan pengajar yang diambil dari masyarakat setempat. Dengan rincian sebagai berikut :

    NoNamaTTLPelajaranKeterangan
    1Parman, S.PdGarut, 2 Juni 1972MatematikaSMPIT
    2SubhanPengalihan, 7 Agustus 1971BMK, Nahwu, AkhlaqSMPIT & Pondok
    3Achmad Qosim, SA. S.Pd.IKendal, 6 Januari 1988Khot, Agama, TIK, TauhidSMPIT & Pondok
    4Seprizal, SA. S.Pd.ITegal, 6 Februari 1990Bahasa Inggris, Bahasa Arab, SorofSMPIT & Pondok
    5Mujib Kodar, SA. S.Pd.IMadiun, 23 Mei 1987IPS, Seni Budaya, Sejarah IslamSMPIT & Pondok
    6Muh. Ali Fauzi, SAGrobogan, 13 Nopember 1985PPKN, HaditsSMPIT & Pondok
    7SudibyoPurworejo, 18 Februari 1972Al-Qur’anPondok
    8Kristina, SPKembang Harum, 16 Agustus 1984IPASMPIT
    9Asrinda Mulyanti, S.PdKarangawen, 29 Januari 1989MatematikaSMPIT
    10Sukasno, A.Ma.PdKulon Progo, 26 Mei 1953Penjaskes, PramukaSMPIT
    11Laura Fitri Inderasari, S.PdKuala Gading, 9 April 1991Bahasa IndonesiaSMPIT
    12Muhamad Tajudin, S.Pd.ISungai Ambat, 13 April 1988Fiqih, PramukaSMPIT & Pondok
    13Juhardi, S.Pd.IPulau Bayur, 5 Oktober 1981Ekstrakurikuler QiroahPondok
    14ArwaniMadiun, 29 September 1981Tajwid, FiqihPondok
    15SaifuddinMadiun, 2 April 1984Imla’Pondok
    16MuryatiMagetan, 27 Desember 1989TajwidPondok
    17Arina Muti’ahPengalihan, 4 Juni 1988Al-Qur’anPondok

    1. Keadaan Bangunan Sekarang.

    NoBangunanJumlahKondisi
    1Masjid1Baik
    2
    Ruang Kelas5Baik
    3Tahap Pembangunan
    3Asrama2Baik
    2Tahap Pembangunan
    4Rumah Ustadz/ Guru3Baik
    5Ruang Tamu1Baik
    6Kantor1Baik
    7Koperasi1Baik
    8MCK10Baik
    9MCK Guru2Baik
    10Dapur dan Ruang Makan1Baik

    Jadwal Kegiatan Santri :
    NoWaktuKegiatan
       
    104.00 – 04.45Mandi, Shalat Tahajud dan Persiapan Sholat subuh
    204.45 – 05.20Sholat Subuh Berjamaah
    305.20 – 06.10Fasohah Al-Qur’an
    406.00 –06.45Sarapan Pagi dan Persiapan Berangkat Sekolah
    506.45 –07.15Sholat Dhuha Berjamaah di Masjid
    607.15 – 12.15Kegiatan Belajar Mengajar SMPIT
    712.15 – 12.45Sholat Dzuhur Berjamaah
    812.45 – 13.50Makan Siang dan Istirahat
    913.30 – 15.30Kegiatan Belajar Mengajar Madrasah Diniyah
    1015.45 – 16.15Sholat Asar Berjamaah
    1116.15 – 17.45Istirahat dan Kegiatan Ekstrakurikuler Pada Hari Tertentu
    1217.45 – 18.15Makan Sore dan Persiapan Jamaah Sholat Maghrib
    1318.15 – 18.45Sholat Maghrib Berjamaah
    1418.45 – 19.30Sorogan Al-Qur’an
    1519.30 – 20.00Sholat Isyak Berjamaah
    1620.00 – 21.00Kegiatan malam (Syawir, Bandongan, Ubudiyah)
    1721.00 – 22.00Jam Belajar (Muthola’ah)
    1822.00 – 04.00Istirahat (Tidur)


Top