Habiby87. Diberdayakan oleh Blogger.
Blog Archive
- 
        ▼ 
      
2017
(45)
- 
        ▼ 
      
9 Juli - 16 Juli
(23)
- Hukum Mufaraqah dari Sholat Jumat
 - Hukum Jual Beli dengan Sistem Kredit?
 - Ini Hukum Kesenian Kuda Lumping Oleh : Ustadz Yusu...
 - Keistimewaan Bulan Berkah Oleh : KH. Fauzan Kemal...
 - Hati dan Pemimpin yang Baik Oleh : KH. Fahmi Amrul...
 - Unhasy Resmikan Program Posdaya Berbasis Masjid
 - Prof. Haris Supratno: KKNT Unhasy Juga Bawa Nama P...
 - 5 Keuntungan yang Hanya Bisa Didapat di Pesantren
 - Cak Jahlun Banjir
 - Cak Jahlun Jalan-jalan
 - KH. Irfan Sholeh Sampaikan 3 Ciri Hidup Bahagia pa...
 - Profil SMA Abdul Wahid Hasyim Tebuireng
 - Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng 2017 – 2018
 - Kuliah Umum Prof. Dr. Muhammad D. Al Amri , Ilmuwa...
 - PROFIL SMA TRENSAINS TEBUIRENG (PESANTREN SAINS)
 - Mengedarkan Kotak Amal Saat Khutbah Berlangsung
 - Pada Sebuah Asa
 - Tetesan Barokah Cak Jahlun
 - KPID: Saatnya Dai Pesantren Belajar Tampil ‘Keren’
 - Dasar Keutamaan Ibadah Oleh: Drs. KH. Junaedi Hidayat
 - Muslim yang Belum Islami Oleh KH. A. Musta’in Syaf...
 - Dukung KPK Lawan Pansus Angket, Tokoh Lintas Agama...
 - Lulusan Perdana SMA Trensains Tebuireng Berhasil T...
 
 
- ► 2 Juli - 9 Juli (15)
 
- ► 25 Juni - 2 Juli (7)
 
 - 
        ▼ 
      
9 Juli - 16 Juli
(23)
 
- 
        ► 
      
2016
(11)
- ► 29 Mei - 5 Juni (3)
 
 
- 
        ► 
      
2015
(209)
- ► 26 Juli - 2 Agustus (1)
 
- ► 12 Juli - 19 Juli (27)
 
- ► 5 Juli - 12 Juli (10)
 
- ► 7 Juni - 14 Juni (1)
 
- ► 24 Mei - 31 Mei (11)
 
- ► 17 Mei - 24 Mei (20)
 
- ► 10 Mei - 17 Mei (14)
 
- ► 3 Mei - 10 Mei (5)
 
- ► 19 April - 26 April (37)
 
- ► 12 April - 19 April (34)
 
 
Cari Blog Ini
Label
- 
PERLENGKAPAN SANTRI BARU A. Pondok Putra NO JENIS BARANG JUMLAH KETERANGAN 1. PERLENGKAPAN PRIBADI a. Tas Sekolah b. ...
 - 
PROFIL SMA TRENSAINS TEBUIRENG PROFIL SMA TRENSAINS TEBUIRENG (PESANTREN SAINS) Oleh: Ust. Abdul Ghofur A. Profil SMA Trensains (...
 
Mengenai Saya
KPID: Saatnya Dai Pesantren Belajar Tampil ‘Keren’
KPID: Saatnya Dai Pesantren Belajar Tampil ‘Keren’
![]()  | 
Tebuireng.online-  Maraknya tayangan atau siaran yang muncul dari berbagai media, terutama  radio dan televisi, memberikan dampak tersendiri kepada seluruh  masyarakat sebagai penikmat media. Dalam hal ini, masyarakat menjadi  salah satu target dalam menerima informasi, memercayai, dan melaksanakan  pesan yang telah disampaikan dalam siaran radio atau televisi tersebut.  Tidak hanya sebagai penikmat, masyarakat harusnya memberikan sumbangsih  untuk memberikan feedback atau timbal balik terhadap apa yang  telah ditontonnya, seperti memberikan masukan berupa kritik dan saran  sehingga mereka tidak hanya menjadi penikmat belaka yang menerima  mentah-mentah isi dari program televisi atau radio tersebut. Begitu pun  dengan pihak KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), ia memiliki banyak tugas  dan wewenang dalam menangani dan mengarahkan konten program penyiaran  radio atau televisi di Indonesia agar tetap dalam koridor yang pantas,  wajar dan memberikan manfaat, bukan sebaliknya.
Sebagaimana amanat Undang-Undang 32  tahun 2002 tentang Penyiaran, bahwa kewenangan untuk mengatur dunia  penyiaran baik itu dari aspek perizinan, aspek pengawasan isi siaran,  dan aspek kelembagaannya. Terkait tayangan-tayangan televisi, KPID  mempunyai aturan berupa P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar  Program Siaran), sebagai aturan atau kitab suci dalam dunia penyiaran di  Indonesia yang disusun oleh KPI pusat dan berlaku secara nasional untuk  KPI, KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) dan seluruh Lembaga  Penyiaran Indonesia.
Arah Program Televisi Ramadan
Terkait dengan program Ramadan, televisi  maupun radio atau bahkan media cetak pada umumnya akan selalu berusaha  menyajikan sesuatu yang aktual, memiliki proximity (kedekatan)  dengan pemirsa. Pada saat Ramadan, stasiun televisi akan berlomba-lomba  menyajikan program Ramadan, adalah sesuatu yang alami dan wajar. Lembaga  penyiaran atau media massa ingin mendapat perhatian dari pemirsa,  sehingga harus sedekat mungkin dengan kebutuhan pemirsanya. Stasiun  televisi menawarkan beraneka ragam program sesuai dengan tugas  masing-masing lembaga penyiaran tersebut, ada yang muncul dengan model  ceramah, talkshow, komedi, sahur keliling, dan lainnya. Hal itu merupakan kreativitas dari masing-masing TV.
Dalam menentukan program  penyiaran/tayangan TV, KPI/KPID tidak berwenang untuk membatasi. Yang  dilakukan KPI adalah mengawasi apakah itu melanggar P3SPS atau tidak?  Jika terbukti melanggar, maka akan dikenakan sanksi, kalau tidak, akan  tetap jalan terus. Setahun terakhir, KPI pusat dan KPID sudah melakukan monitoring yang ketat terhadap tes penyiaran khususnya program Ramadan, terutama  program-program komedi yang berlebihan, seperti ada unsur kekerasan baik  fisik maupun verbal. Contoh di-bully dalam siaran tersebut.
Menurut evaluasi KPI, Ramadan tahun 2016  kemarin, ada peningkatan kualitas dari isi siaran program. Memang  modelnya rata-rata masih sama; komedi, sinetron, dialog agama, dan  lain-lain. Akan tetapi dari isi siaran tidak separah tahun-tahun  sebelumnya, karena KPI dan KPID melakukan pengawasan secara ketat  terhadap isi, termasuk adanya teguran keras dari KPI terhadap  pelanggaran penyiaran sehingga ada dampak pada Ramadan tahun 2016  kemarin.
KPI dan Batas Kewenangannya
Dalam sebuah wawancara, ketua KPID  Jatim, Afif Amrullah (Kang Afif)mengungkapkan bahwa KPI/KPID tidak boleh  atau tidak ada payung hukum untuk menentukan kriteria seseorang yang  harus tampil, seperti ustad/dai di acara TV, kecuali memang ada  kronologi dan track record (rekam jejak) yang jelas dari dai. Semisal kasus yang akhir-akhir ini terjadi, dai yang ceramah kemudian diprotes, malah ditayangkan di TV Nasional.
Dalam sebuah wawancara, Kang Afif  mengaku, bahwa kemudian ada teman pengurus ormasnya yang bertanya  tentang tanggapan KPI kepada dai yang dalam ceramahnya sering  menyampaikan suatu hal yang bersifat provokasi atau menjelekkan kelompok  lain, “tapi kok dibiarkan?” Dalam tanggapannya, Ketua KPID Jawa Timur  tersebut mengungkapkan bahwa KPI tidak bisa melarang orang tampil di TV,  yang dilarang adalah isi siarannya yang berpotensi meresahkan  masyarakat. Sekalipun dia adalah mantan narapidana pecandu narkoba.
Sebagai contoh, kasus program TV yang  ditayangkan oleh TV Nasional menyiarkan acara berita Islam, kemudian  presenter pada acara tersebut mengeluarkan statement atau pernyataan; kalau memberi azan pada anak yang baru lahir itu hukumnya bid’ah/sesat,  pernyataan tersebut kemudian diprotes oleh banyak orang, aduannya masuk  ke KPI, dan KPI memberi teguran kepada stasiun TV itu bahwa orang ini  telah mengatakan pernyataan. Jadi, tetap bukan orangnya tapi  pernyataannya, akhirnya diberi sanksi, beberapa hari kemudian sang  presenter tersebut memohon maaf kepada publik melalui TV itu. Lalu  bagaimana? Ya tetap siaran, dengan teguran itu dia menjadi berhati-hati.  Kalau dia di komunitas sendiri, membahas soal khilafah yaa itu haknya, tapi kalau tampil di TV yaa gak boleh,  karena TV adalah ranah publik yang frekuensinya milik publik yang  dititipkan di lembaga penyiaran dalam waktu tertentu. Tentu tidak boleh  sembarangan, harus mengayomi semuanya, tidak boleh membuat keresahan  pada kelompok tertentu apa lagi persoalan yang sensitif, seperti agama.
 Idealisme Program Televisi
Prinsipnya bahwa TV adalah industri, mereka harus hidup dari sumber-sumber kegiatan off air.  Maka dari itu, pihak stasiun TV pasti memilih program yang diminati  oleh masyarakat, yang disukai oleh masyarakat, termasuk dalam kriteria  memilih ustad/dai yang mereka tampilkan. Kadang-kadang memang ustad yang  tampil di TV itu kualitasnya masih diragukan, ada istilah ustad artis.  Kenapa mereka yang dipillih? Karena aspek bisnis sepertinya lebih  menonjol bagi lembaga penyiaran tersebut. Misalnya kiai yang ‘alim, wira’i, yang tawadlu’-nya  luar biasa tetapi di depan kamera tidak menarik, mereka tidak akan  memilih beliau sebagai dai, yang dipilih pasti yang memenuhi kebutuhan  dua aspek. Pertama, aspek keagamaannya mumpuni dan kedua, aspek face-nya,  gaya penampilannya, menarik untuk dilihat sehingga pemirsa tertarik  untuk menonton itu. Jadi hal ini bisa jadi bertabrakan dengan lembaga  penyelenggara di penyiaran, memilih penampilan atau kualitas keagamaan.
Sebenarnya kita sebagai komunitas  keagamaan juga perlu introspeksi. Dengan hal yang seperti itu, mestinya  kita punya cara untuk mengubah mindset (cara berpikir) dakwah kita. Sudah saatnya kita menyiapkan generasi-generasi yang mumpuni di bidang itu, yang agamanya oke, berkualitas, dan memiliki penampilan yang menarik serta public speaking-nya bagus.
Itu merupakan tantangan bagi kita,  khususnya civitas di dunia pesantren dan perguruan tinggi agama. Jadi,  kenapa ustad yang sering tampil di TV itu bukan dari kalangan pesantren,  bukan dari kalangan Nahdliyin misalnya, dan lainnya? Karena yang  dibutuhkan TV adalah pengetahuan agama dan penampilan/public speaking.  Selama ini, pesantren hebat dalam hal keagamaan. Tapi untuk bisa tampil  menarik dan meyakinkan di layar kaca atau di depan kamera masih perlu  banyak latihan.
Pemilihan dai yang berorientasi pada  rating oleh lembaga penyiaran sebagai pengisi acara keagamaan adalah  murni hak dari pihak stasiun TV dan selama yang disampaikan itu tidak  melanggar P3SPS, tidak mengakibatkan keresahan di masyarakat akan tetap  jalan terus. Karena bagaimana pun KPI adalah lembaga negara yang  mengayomi seluruhnya. Tidak boleh misalnya saya dari kelompok A kemudian  memaksakan lembaga penyiaran harus orang ini yang dipasang. Tapi bisa  dengan pendekatan personal, misalnya teman-teman komisioner kemudian  mendekati para produser di TV itu agar mengusulkan nama tertentu yang  bagus, bisa saja, tetapi keputusan tetap di mereka. Apabila ketika  disodori nama kemudian mereka merasa bahwa ini menarik dan diprediksi  akan banyak peminatnya yaa bisa saja. Tapi kalau KPI memaksa,  kemudian mereka tidak menginginkannya, tentu sulit terealisasi. Sebab  sikap memaksa (yang bukan wewenang KPI) adalah di luar wilayah  kewenangan dan justru akan menjadi kebijakan yang bersifat  kontraproduktif terhadap KPI maupun terhadap TV.
Peran Masyarakat di Dunia Pertelevisian
Masyarakat diundang untuk kritis  terhadap isi siaran. Kalau memang ada unsur-unsur yang diduga melakukan  pelanggaran, silakan dilaporkan kepada KPI. Satu sisi kami evaluasi diri  dan di sisi lain kami menyayangkan selera masyarakat yang belum ideal  dan sesuai harapan kami. Contoh, rating diukur dari kuantitas masyarakat  yang menonton, dan tayangan sinetron selalu menempati urutan pertama  dalam hal rating. Padahal kita semua tahu, bahwa sinetron memberi dampak  yang kurang baik terhadap masyarakat terutama anak-anak. Karena ada  kata-kata atau adegan yang kurang baik dan hal itu bisa memengaruhi pola  pikir anak.
Akhirnya, kita yang harus bersama-sama  menciptakan penyiaran yang sehat. KPI akan terus melakukan tugasnya  dengan mengawasi dan memberikan pembinaan kepada lembaga penyiaran, juga  memberikan masukan-masukan acara TV yang bagus dan layak untuk  ditayangkan. KPI menghimbau agar masyarakat juga sama-sama  mempertimbangkan dampak sebuah tayangan terhadap psikologi anggota  keluarga. Kalau ada tayangan yang berindikasi merusak psikologi anak,  orangtua harus berkorban untuk menjauhkan, tidak malah mengajak anaknya  menonton.
Dari berbagai kondisi dan pernyataan di  atas, merupakan sebuah keharusan bagi kita bersama untuk lebih serius  dan memiliki kelapangan berpikir. Membantu meringankan tugas KPI sebagai  lembaga yang mengawasi konten program siaran, baik di televisi maupun  di media lainnya. Sama artinya masyarakat menjadi agen pencegah  kerusakan bangsa. Sehingga tidak hanya menjadi penonton, melainkan ikut  berpartisipasi mewujudkan program siaran yang sehat untuk stasiun  televisi Indonesia, yang pengaruh dan manfaatnya akan kembali pada kita  sendiri.


Tidak ada komentar: